Pengertian Ilmu Adalah

Pengertian (Ilmu)
Tahap Pertama dan Tahap Kedua

Pembagian kedua dari tiga pembagian ilmu tersebut terdahulu adalah dilihat dari sudut tingkatannya yang terbagi menjadi 2 bagian: Pengertian tahap pertama dan kedua.

Pengertian tahap pertama dan kedua ini dalam bahasa Arab disebut Ma’qulatu al-awwaliyah dan Ma’qulatu ats-Tsanawiyyah; atau Primary intelegibles dan Secondary intelegibles, dalam bahasa Inggris.

Ilmu tahap pertama ini adalah Ilmu (pengetahuan) yang didapat melalui ilmu Hissi (panca indera). Misalnya, kesimpulan “kesamaan” dan “perbedaan” antara Ahmad, Ali, Ammar, Yahya dan lain-lain yang ada pada ilmu panca indera. Atau adanya mereka sendiri dalam kepahaman kita.

Sedang ilmu tahap kedua adalah Kesimpulan-kesimpulan atau hasil-hasil yang didapat dari perbandingan-perbandingan yang dilakukan akal terhadap pengertian (ilmu)tahap pertama. Maka dari itu ia tidak mempunyai eksistensi (kewujudan) di luar akal. Misalnya pahaman tentang universal dan partikulir.

Ketika akal melihat Husain dalam dirinya, ia memahami bahwa Husain merupakan suatu pahaman dari wujud luar, begitu pula akal memahami bahwa pahaman Husain, misalnya, tidak sama atau sama dengan pahaman Hasan, Ali, Muhammad dst. Jelasnya, pemahaman akal terhadap suatu apapun yang ada diluar akal (seperti gunung, pohon dll) atau pemahaman terhadap perbandingan-perbandingan yang sederhana yang dilakukan terhadap pemahaman-pemahaman itu – misalnya Ali dan Ahmad sama-sama manusia, mahasiswa, bangsa Indonesia dll dan tidak sama wajahnya, tingginya, dll – disebut sebagai pahaman atau pengertian tahap pertama.

Begitu pula, ketika akal melihat pahaman Husain dari sisi lain, yakni dari sisi bahwa pahaman Husain itu hanya bias diterapkan pada satu orang diluar akal (mishdaq, ekstensi), maka akal akan mengatakan bahwa pahaman semacam itu adalah pahaman “Partikulir”. Akan tetapi kalau akal melihat “kesamaan” mereka, misalnya sebagai “manusia”, hal mana bias diterapkan pada lebih dari satu wujud luar akal, maka akal akan mengatakan bahwa pahaman tersebut adalah pahaman “Universal”.

Maka dari itu para ahli logika mendefinisikan masing-masing sebagai Suatu pahaman yang mempunyai satu ekstensi untuk ”partikulir”, dan Suatu pahaman yang mempunyai banyak ekstensi untuk pahaman “Universal”.

Di sini, pahaman merupakan sebagian dari zat yang dimiliki oleh keduanya. Karena eksistensi sesuatu tidak boleh keluar dari essensinya (batasannya), maka universal dan partikulir tidak boleh keluar dari pahaman itu sendiri. Kalau sudah tidak keluar dari pahaman, maka tidak bisa mempunyai eksistensi di luar akal.

Akan kami terangkan pengertian mafhum (pahaman) dan mishdaq (ekstensi) secara terinci dalam bab yang membahas keduanya. Ringkasnya, mafhum adalah gambaran (pahaman) yang didapat dari sesuatu di luar akal. Sedang mishdaq (ekstensi) adalah sesuatu yang darinya diambil suatu pahaman.


Tambahan penjelasan:

Salah satu perbedaan yang mencolok antara pahaman tahap pertama dan kedua adalah, pahaman tahap pertama mempunyai eksistensi di luar akal (karena pahaman tersebut memang diambil dari luar akal), sedang pahaman tahap kedua tidak mempunyai eksistensi di luar akal (sebab ia diambil dari pahaman juga, yakni pahaman tahap pertama).

Pembagian ketiga dari tiga pembagian ilmu yang kami maksud adalah pembagian ilmu dilihat dari segi perlunya kepadapikiran atau tidak.

Ketika kita melihat kembali informasi yang ada dalam akal kita, seperti langit, ada, manis, langit itu tinggi, lima adalah setengah dari sepuluh, dll;di sini kita tidak perlu menggunakan pikiran untuk memahami dan mempercayainya. Inilah yang kita sebut mudah, yaitu Ilmu yang untuk memahami atau mempercayainya tidak perlu menggunakan pikiran. Sesuai dengan contoh di atas, dapat dimengerti bahwa yang tidak memerlukan pikiran, mencakup gambaran dan keyakinan yaitu yang mengandung hukum dan yang tidak.

Tetapi sebaliknya, ketika kita melihat lagi informasi yang ada, semacam ruh, aliran listrik, bumi berputar, jumlah sudut segi empat sama dengan jumlah sudut lingkaran dll, di sini untuk memahami – yang mencakup gambaran dan merupakan syarat keyakinan, sebab tidak mungkin mempercayai sesuatu tanpa adanya kepahaman terlebih dahulu – dan untuk mempercayai – khusus untuk keyakinan – perlu adanya pemikiran. Inilah yang kita sebut ilmu perhitungan (Naazhari), yaitu Ilmu yang untuk memahami atau meyakininya perlu kepada usaha pemikiran.


Tambahan Penjelasan Tentang Subyek Ilmu Logika:

Dalam definisi ilmu perhitungan (nazhari) terdapat kata “…pikiran”. Apakah pikiran itu? Pikiran adalah Gerak akal dari yang diketahui (Maklum, Known) kepada yang tidak diketahui (Majhul, Unknown).
Penjelasan:

Semua informasi yang ada dalam akal kita dengan cara apapun kita mendapatkannya dan dalam tingkatan yang manapun, pada hakekatnya adalah ilmu. Dengan kata lain, ilmu adalah semua yang kita ketahui dalam akal kita.

Maka dari itu, ketika akal menemukan suatu kesulitan, yaitu ingin mengetahui sesuatu yang belum diketahuinya, ia berpikir.

Pertama, ia – akal – membawa kesulitannya kepada kepustakaannya, yaitu informasi-informasi (ilmu) yang dipunyainya.

Kedua, ia – akal – berusaha mencari jawaban kesulitannya di kepustakaan yang ia miliki, dengan memeriksa tiap sudut informasinya, sebelum kemudian memilih yang dianggapnya sesuai.

Ketiga, ketika akal sudah menemukan jawabannya, yang ia lakukan pada tahap kedua, maka ia kembali dengan membawa penemuannya itu kepada apa yang ia tidak ketahui (majhul) sebelumnya.

Inilah yang dikatakan perjalanan (gerak) akal dari yang diketahui(ma’lum) kepada yang tidak diketahui (majhul).

Para ahli logika muslim masa lalu, semacam Ibnu sina dan Farabi mengatakan: Subyek ilmu lagika adalah pengertian tahap kedua (ma’qulatu ats-tsaniah, secondary intelegibles). Pernyataan mereka itu tidaklah bertentangan dengan pernyataan para ahli logika kontemporer yang menyatakan bahwa subyek pada ilmu logika adalah definisi dan argumen. Sebab pada kenyatannya bahan dasar dari sebuah definisi dan argumen adalah pahaman-pahaman yang berkenaan dengan pengertian tahap kedua.

Sebagaimana yang akan anda pelajari dalam buku satu ini pengetahuan terhadap pahaman universal dan bagian-bagiannya merupakan bekal pokok untuk dapat membuat definisi yang logis. Dan tanpa mengetahui seluk beluk pahaman universal, seseorang tidak akan mampu membuat satu definisi sekalipun. Begitu pula dengan sebuah argumen (lihat jilid 2). Sebab argumentasi adalah menerapkan kaidah atau statement universal kepada individunya. Sementara anda telah mengetahui bahawa pahaman universal termasuk pahaman atau pengertian tahap kedua yang tiada berekstensi atau berwujud luar.

Dengan demikian, disamping kita mengetahui bahwa kedua pernyataan diatas tidak bertentangan, kita juga dapat mengetahui bahwa gerak akal dari yang diketahui menuju yang belum diketahui, yakni dalam melacak informasinya guna mendapat jawaban kesulitannya yang nantinya akan berbentuk definisi dan argumen, haruslah menembus kedaerah pengertian tahap kedua. Hal ini menunjukkan bahwa pembahasan ilmu logika hanyalah berkenaan dengan akal atau pahaman dalam akal. Sebab, sebagaimana maklum pahaman tahap kedua tidak mempunyai ekstensi atau wujud luar. Inilah yang membedakannya dengan ilmu filsafat, karena subyek ilmu filsafat adalah wujud (ada) di luar akal. Dan kalau kadangkala ilmu – tentu yang ada dalam akal – dibahas oleh ilmu filsafat, di sana, yang dibahas bukanlah segi kewujudan ilmu itu dalam akal. Tetapi, dilihat dari segi keeksistensian ilmu itu diluar akal. Yakni, melihat ilmu sebagai sifat akal. Sehingga karena akaladalah suatu wujud di luar akal maka ilmu yang merupakan sifat akal tersebut juga merupakan suatu wujud di luar akal.

Dengan penjelasan diatas- mengenai subyek ilmu logika – dapat dipahami bahwa apa yang dikatakan para ahli logika masa lalu dan sekarang tidak ada perbedaan makna. Yaitu antara definisi dan argumen dengan ma qulatuts tsaniyah.

Post a Comment

Artikel Terkait Tips Motivasi