PENGERTIAN DARI KOMUNIKASI POLITIK DARI BEBERAPA AHLI

Secara sederhana, komunikasi politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara ”yang memerintah” dan ”yang diperintah”. Komunikasi politik merupakan proses penyampaian pesan-pesan yang terjadi pada saat keenam fungsi lainnya itu dijalankan. Hal ini berarti bahwa fungsi komunikasi politik terdapat secara inherent di dalam setiap fungsi sistem politik. adapula pendapat mengenai Komunikasi Politik dari beberapa ahli : Mueller (1973:73) mengetengahkan bahwa Komunikasi Politik didefinisikan sebagai hasil yang bersifat politik apabila menekankan pada hasil. Sedangkan definisi Komunikasi Politik jika menekankan pada fungsi komunikasi politik dalam sistem politik, adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu sistem politik dan antara sistem tersebut dengan lingkungannya.

Almond dan Powell mendefinisikan Komunikasi Politik sebagai fungsi politik bersama-sama fungsi artikulasi, agregasi, sosialisasi dan rekruitmen yang terdapat di dalam suatu sistem politik dan komunikasi politik merupakan prasyarat (prerequisite) bagi berfungsinya fungsi-fungsi politik yang lain.

Menurut David Easton - Sistem politik merupakan alokasi nilai-nilai, dimana pengalokasian nilai-nilai itu bersifat paksaan atau dengan kewenangan, dan mengikat masyarakat secara keseluruhan.

Menurut Robert A. Dahl - Sistem politik adalah pola yang tetap dari hubungan-hubungan antar manusia yang melibatkan, sampai pada tingkat yang berarti, kontrol, pengaruh, kekuasaan, atau wewenang.

Pengertian Komunikasi Politik

Banyak definisi mengenai komunikasi politik yang telah diberikan oleh para pakar, tapi tentunya tidak ada satu definisi pun yang dapat diterima secara universal. Definisi bagus dan paling sederhana adalah definisi yang diberikan oleh Chaffee, sebagaimana dikutip oleh Lynda Lee Kaid (2004), “Political communication is the role of communication in the political process” (komunikasi politik adalah peran komunikasi di dalam proses politik).

Definisi singkat yang ditawarkan oleh Chaffee mengandung pengertian bahwa semua aktivitas komunikasi, verbal maupun non-verbal, yang berada dalam proses politik merupakan komunikasi politik. Pengertian “proses politik” dalam definisi tersebut tidak menunjukkan pada proses politik sebagaimana yang terdapat dalam konsepsi “sistem politik,” melainkan pada semua kegiatan politik.

Menurut Denton dan Woodward, sebagaimana dikutip Brian McNair (2003), komunikasi politik adalah diskusi murni mengenai alokasi sumber daya publik (pendapatan, pajak atau penghasilan), otoritas pemerintah (pihak yang diberikan kekuasaan untuk merancang, membuat dan menjalankan hukum dan keputusan), serta diskusi mengenai sanksi-sanksi pemerintah (penghargaan atau hukuman dari negara).

Michael Rush dan Phillip Althoff mendefinisikan komunikasi politik sebagai proses dimana informasi politik yang relevan diteruskan dari satu bagian sistem politik kepada bagian lainnya, dan diantara sistem-sistem sosial dengan sistem-sistem politik. Proses ini terjadi secara berkesinambungan dan mencakup pula pertukaran informasi di antara individu-individu dengan kelompok-kelompoknya pada semua tingkatan.

Menurut Richard M. Perloff (1998) komunikasi politik merupakan proses dimana kepemimpinan nasional, media dan masyarakat saling bertukar dan memberi makna terhadap pesan-pesan yang berhubungan dengan kebijakan publik.

Definisi Perloff di atas mengandung beberapa unsur; Pertama, Komunikasi politik merupakan sebuah proses. Komunikasi politik tidak dapat terjadi secara otomatis begitu saja, di dalamnya terdapat serangkaian kegiatan yang kompleks dan dinamis. Di samping itu, proses tersebut juga mengandung adanya tarik-menarik pengaruh. Pemerintah mempengaruhi media dengan menawarkan bahan untuk pemberitaan, sementara media mendesak para politisi melalui serangkaian mekanisme institusional sebagai deadline dan nilai berita. Pada sisi yang lain media juga dapat mempengaruhi masyarakat, namun masyarakat juga dapat membentuk agenda media.

Kedua, pesan dalam komunikasi politik terkonsentrasi pada lingkungan pemerintahan atau yang berhubungan dengan kebijakan publik. Komunikasi politik, dengan demikian, tidak hanya concern dengan persoalan pemilu, namun pada segenap hal yang berkaitan dengan politik. Dengan kata lain, komunikasi politik terjadi ketika masyarakat, media dan pemerintah saling “berdialog” mengenai isu-isu seputar elit dan publik.

Pippa Norris menyatakan bahwa komunikasi politik merupakan sebuah proses yang interaktif mengenai transmisi informasi di antara para politisi, media dan publik. Proses tersebut bersifat downward dari institusi pemerintah kepada masyarakat, bersifat horizontal di antara para aktor politik, dan bersifat upward melalui opini publik kepada penguasa.

Tiga bagian penting dalam komunikasi politik menurut Norris adalah produksi pesan, isi pesan dan efek pesan. Proses produksi pesan adalah bagaimana pesan dihasilkan oleh politisi seperti partai atau kelompok kepentingan, lalu ditransmisikan menggunakan saluran langsung (seperti iklan politik) atau saluran tidak langsung (seperti koran, radio dan televisi). Isi pesan mencakup jumlah dan bentuk reportase politik yang ditampilkan dalam berita di televisi, keseimbangan partisan dalam pers, ulasan mengenai kampanye dan event tertentu dalam pemilihan, reportase agenda setting dalam isu-isu politik, dan representasi kaum minoritas dalam pemberitaan media. Efek pesan menaruh perhatian pada tingkat masyarakat. Isu kuncinya terfokus pada analisis dampak potensial yang mungkin muncul di tengah masyarakat seperti pada pengetahuan politik dan opini publik, sikap politik dan nilai-nilai politik, serta pada tingkah laku politik. Metode yang digunakan umumnya dengan menggunakan survey atau studi eksperimen.

Sebagai sebuah kesimpulan, komunikasi politik dalam blog ini didefinisikan sebagai sebuah proses penyampaian informasi atau transmisi pesan politik dan konstruksi makna oleh aktor-aktor politik melalui media yang mempunyai pengaruh dan efek dalam interaksi sosial dan politik. Dalam perkembangannya di lapangan, komunikasi politik yang dilakukan secara terarah, efektif dan berkisanbungan dapat membangun opini publik dan mampu membentuk sikap indivual atau kelompok.

Kesimpulan ini memberikan pengertian bahwa komunikasi politik merupakan segenap tindakan berupa penyebaran aksi, makna, atau pesan yang terkait dengan fungsi suatu sistem politik, yang melibatkan unsur-unsur komunikasi (komunikator, pesan, media, komunikan dan efek).

Kebanyakan komunikasi politik merupakan lapangan wewenang lembaga-lembaga khusus, seperti media massa, badan informasi pemerintah, atau parpol. Namun demikian, komunikasi politik dapat ditemukan dalam setiap lingkungan sosial, mulai dari lingkup dua orang, hingga ruang lingkup yang lebih luas dan massif.

Bisa digarisbawahi bahwa komunikasi politik, sebagaimana juga dinyatakan oleh Itzhak Galnoor (1980), pada akhirnya merupakan bagian dari infrastruktur politik, sebuah kombinasi dari interaksi sosial dimana informasi digabungkan ke dalam karya kolektif dan hubungan kekuasaan yang saling mengisi.

Menurut Franklin B, seperti dikutip Ioannis Kolovos dan Phil Harris, komunikasi politik terfokus pada analisis dari; (1) Konten politik pada media; (2) Para aktor dan agen yang terlibat dalam memproduksi konten politik; (3) Dampak konten politik media pada audiens dan/atau pada kebijakan pembangunan; (4) Dampak sistem politik pada sistem media; dan (5) Dampak sistem media pada sistem politik.

Dari argumentasi Franklin di atas terdapat gambaran bahwa bidang analisis komunikasi terpetakan pada empat unsur, yakni media, aktor politik, sistem politik dan audiens. Empat unsur tersebut bisa dijadikan acuan untuk melihat cakupan komunikasi politik. Namun dalam studi komunikasi politik, ada beberapa pakar yang secara eksplisit memberikan cakupan dalam komunikasi politik, misalnya Dan Nimmo dan Kraus dan Davis.

Dan Nimmo (2005) menyatakan cakupan komunikasi politik terdiri dari komunikator politik, pesan politik, persuasi politik, media, khalayak komunikasi politik, dan akibat-akibat komunikasi politik. Sementara Kraus dan Davis membaginya menjadi komunikasi massa dan sosialisasi politik, komunikasi massa dan proses pemilu, komunikasi dan informasi politik, penggunaan media dan proses politik, serta konstruksi realitas politik di tengah masyarakat. Dari keduanya terlihat bahwa cakupan yang diberikan Kraus dan Davis tampak terbatas pada pembahasan komunikasi melalui media massa atau komunikasi massa. Berbeda dengan cakupan yang dikonseptualisasikan Dan Nimmo yang tampak lebih luas.

Post a Comment

Artikel Terkait Tips Motivasi