WOLTER MONGISIDI: SETIA HINGGA TERAKHIR DIDALAM KEYAKINAN

H. Maulwi Saelan mengenal Wolter Mongisidi ketika berada dalam tahanan polisi Belanda di “Kandang Macan”, ketika kami sama-sama ditahan. Wolter ditahan bukan karena tertangkap dalam penyerbuan Hotel Empress, tetapi karena diketahui memiliki senjata api (pistol) yang diperolehnya dari kakanya yang menjadi polisi. Wolter adalah pendatang baru di Makassar. Ia berasal dari Luwuk, Sulawesi tengah dan ke Makassar karena ikut kakaknya. Nama lengkapnya adalah Robert Wolter Mongisidi. Ia anak ketiga dari petrus mongisidi yang mempunyai 11 anak. Saat kecil, Wolter bersekolah di HIS dan melanjutkan studinya di MULO. Ia mahir berbahasa belanda dan sedikit menguasai bahasa Inggris.

Beliau terangsang ketika membaca teks proklamasi kemerdekaan yang dibawa oleh Dr. Ratulangi dari Jakarta yang tiba di Makassar pada tanggal 19 Agustus 1945. Beliau berikrar dengan segala konsekuensinya.

Pada pertempuran 23 juli 1947 di Kasi-Kasi, korban berjatuhan dari pihak pejuang. Sisa pasukan dibawa mundur ke belakang garis pertempuran. Wolter ikut dalam pertempuran tersebut namun tidak ikut mundur. Namun setelah ia melihat sendiri bahwa prajurit NICA begitu banyak setelah kedatangan Divisi 7 Desember yang dikirim langsung dari Nederland dan penjagaan disekitar peristirahatan dijaga sangat ketat yang dipimpin oleh pasukan baret merah yang dipimpin oleh Kapten Westerling.

Nama Wolter pun sudah dikenal oleh orang-orang Belanda. Dan Belanda mengetahui keinginan besar Wolter untuk membunuh Belanda dan membalas dendam. Setelah beberapa hari, Wolter mampu mengelabui polisi Belanda dengan bersembunyi di SMP Nasional namun pada tanggal 28 Februari 1947 malam, Wolter tertangkap oleh beribu-ribu polisi Belanda yang mengepungnya. Ia dipaksa untuk mengatakan yang sebenarnya bahwa banyak orang yang membantunya saat membunuh orang Belanda namun beliau mengaku sebagai pelaku utama dari pembunuhan itu.

Ketika akhirnya dihadapkan dengan pengadilan yang dipimpin oleh Mr. Dr. B. Damen, Wolter dituduh oleh oditur militer, sejak 17 Juli 1946 sampai 28 Februari 1947 melakukan tindakan maker, memeras, merampok, memberontak, melakukan kejahatan bersenjata serta berkali-kali melakukan pembunuhan. Mr. Dr. Soumokil, jaksa agung, dan menteri kehakiman Negara Indonesia Timur (NIT) memegang peran menentukan atas tuntutan hukuman mati kepada Wolter. Pada tanggal 26 Maret 1949, hakim Mr. Dr. B. Damen membacakan putusan pengadilan yaitu hukuman mati. Wolter tidak ingin keluarganya mengetahui keadaannya disana. Setelah eksekusi hukuman mati diputuskan dan akan dilaksanakan pada tanggal 5 September 1949 sekitar pukul 04:30 subuh. Belanda meminta pendeta Purukan yang mendampingi Wolter menuju mautnya. Dan Wolter pun meminta kertas dan pulpen saat akan d

Post a Comment

Artikel Terkait Tips Motivasi