Latar Belakang Masalah Tentang Berbahasa Ragam


Berbicara merupakan salah satu jenis keterampilan berbahasa ragam lisan yang bersifat produktif. Sehubungan dengan keterampilan berbicara ada tiga jenis situasi berbicara, yaitu interaktif, semiinteraktif, dan noninteraktif. Situasi-situasi berbicara interaktif, misalnya percakapan secara tatap muka dan berbicara lewat telepon yang memungkinkan adanya pergantian antara berbicara dan menyimak, dan juga memungkinkan kita meminta klarifikasi, pengulangan atau kita dapat meminta lawan bicara memperlambat tempo bicara dari lawan bicara. Kemudian, ada pula situasi berbicara yang semiinteraktif, misalnya berpidato di hadapan umum secara langsung. Dalam situasi ini, audiens memang tidak dapat melakukan interupsi terhadap pembicaraan, namun pembicara dapat melihat reaksi pendengar dari ekspresi wajah dan bahasa tubuh mereka. Beberapa situasi berbicara dapat dikatakan betul-betul bersifat noninteraktif, misalnya berpidato melalui radio atau televisi.

 Tampil berbicara di depan umum sampai saat ini tampaknya masih menjadi momok bagi sebagian anak. Bahkan, di depan kelas saja tidak semua anak memiliki keberanian untuk berbicara. Oleh sebab itu, perlu banyak latihan untuk meningkatkan keterampilan ini. Menurut Tarigan (1981:16), “tujuan berbicara ada tiga, yaitu (1)memberitahukan, melaporkan (to inform), (2)menjamu, menghibur (to entertain), dan (3)membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade)”. Singkatnya, semua orang dalam setiap kegiatan yang menggunakan komunikasi sebagai sarananya perlu memiliki keterampilan berbicara. Terlebih lagi seorang pelajar dan pengajar dalam dunia pendidikan selalu membutuhkan komunikasi yang baik agar proses belajar mengajar bisa berjalan dengan lancar.

Seorang pembicara yang baik harus dapat mengucapkan bunyi-bunyi yang berbeda secara jelas sehingga pendengar dapat membedakannya, menggunakan tekanan dan nada serta intonasi yang jelas dan tepat sehingga pendengar dapat memahami apa yang diucapkan pembicara, menggunakan bentuk-bentuk kata, urutan kata, serta pilihan kata yang tepat. Kalimat-kalimat utama yang diucapkan juga harus jelas bagi pendengar dan berupaya mengemukakan ide-ide atau informasi tambahan guna menjelaskan ide-ide utama. Seperti yang dikatakan oleh Linda Mulyo Hariyati (dalam http://www.slideshare.net/ HarryWidodo/jurnal-ptk, diakses pada tanggal 27 Februari 2015) bahwa,

“...seseorang yang memiliki kemampuan berbicara dengan baik akan lebih mudah menyampaikan ide dan gagasan-gagasannya, yang bisa dipahami dan diterima dengan baik oleh orang lain. Sebaliknya, jika seseorang kurang memiliki kemampuan berbicara tentu akan mengalami kesulitan dalam menyampaikan ide dan gagasan itu kepada orang lain. Sehingga ide dan gagasan yang dimaksud tidak dapat dipahami atau diterima dengan baik oleh orang lain”.

Salah satu standar kompetensi yang terdapat di silabus kelas XI SMA adalah Berbicara: Menyampaikan laporan hasil penelitian dalam diskusi atau seminar. Dalam hal ini kompetensi dasar yang harus dicapai adalah mempresentasikan hasil penelitian secara runtut dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Adapun pengertian dari presentasi dalam http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/modul workshop improving efective presentation/1 pendahuluan.pdf, diakses pada tanggal 27 Februari 2015, adalah “suatu kegiatan yang tujuan utamanya adalah menyampaikan atau mengkomunikasikan suatu informasi kepada seseorang atau sejumlah orang. Presentasi bukan berarti mengajarkan tapi lebih kepada mengkomunikasikan dan meyakinkan audiens akan suatu ide atau pemikiran”.

Kenyataannya, kemampuan siswa dalam berbicara dapat dilihat ketika mahasiswa mengikuti PPLT di SMA Negeri 1 Balige belum dapat dinilai memuaskan. Hal ini disebabkan oleh minat siswa dalam mengikuti pembelajaran berbicara khususnya presentasi masih rendah dan pada umumnya siswa merasa takut, gugup, dan malu saat ditugasi untuk tampil presentasi di depan teman-temannya. Demikian juga dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan siswa, bahwa melakukan persentasi siswa merasa grogi, jantung berdetak kencang, keringat bercucuran di seluruh tubuh, kaki bergetar, kata-kata yang telah disusun rapi untuk diutarakan seketika hilang. Hal yang paling sering terjadi adalah lupa dengan apa yang mau disampaikan.

Rendahnya kemampuan siswa dalam mempresentasikan hasil penelitian juga dapat dilihat dari penelitian sebelumnya oleh Maya Indah Sari yang berjudul “Pengaruh Teknik Relaksasi terhadap Kemampuan Mempresentasikan Hasil Penelitian oleh Siswa Kelas XI SMA N 1 Perbaungan. Hasil analisis data menyatakan bahwa kemampuan siswa dalam mempresentasikan hasil penelitian kurang memenuhi nilai yang memuaskan. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata kemampuan mempresentasikan hasil penelitian siswa adalah 68.

Penelitian juga telah dilakukan oleh Suparno pada tahun 2000, (Sri Sunarsih, dalam http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/seloka, diakses pada tanggal 27 Februari 2015) yang mengatakan, “...tentang keterampilan berbicara menunjukkan bahwa siswa yang mempunyai kemampuan berbicara sangat kurang 0,63%, kurang 18,35%, sedang 44,93%, baik 33,51% dan sangat baik 2,53%. Artinya, siswa yang mempunyai kemampuan berbicara baik hanya 36,07%, sementara yang lainnya membutuhkan pembinaan”.

Dari sumber hasil penelitian pembelajaran berbicara tersebut membuktikan bahwa siswa membutuhkan keterampilan berbicara sebagai komunikasi lisan yang efektif. Keterampilan berbicara dapat ditingkatkan dengan pelatihan, sehingga dibutuhkan model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan keterampilan berbicara mereka.

Kondisi yang sama juga ditemukan oleh Slamet Untung (http://download.portalgaruda.org/article.php?article=251245&val=6751&title=Aplikasi Media Audio-Visual dalam Pembelajaran Speaking Skill dengan Pendekatan Audiolingual: Studi Kasus di MAN Batang, diakses pada tanggal 27 Februari 2015), yang mengatakan, “...tingkat kesulitan tertinggi yang dihadapi oleh siswa kelas 2 dan 3 MAN Batang terletak pada pembelajaran komponen keterampilan berbicara. Masalah yang mereka hadapi adalah kekurangtepatan dalam mengucapkan kata-kata. Mereka juga menagalami kesulitan dalam mengekspresikan ide-idenya setelah mengikuti penjelasan atau dialog dari guru”.

Penelitian yang sama juga telah dilakukan oleh Suyoto, Larasati, dan Siswanto tentang kemampuan berbicara siswa kelas XI SMA Ibu Kartini Semarang(http://portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=88338, diakses pada tanggal 02 Maret 2015). Berdasarkan data penelitian, disimpulkan bahwa kemampuan berbicara siswa masih rendah yaitu dengan nilai rata-rata siswa sebesar 68,2.

Nurhatim juga telah melakukan penelitian tentang kemampuan berbicara siswa di kelas X SMA Darul Quran Singosari (http://library.um.ac.id/ptk/index.php? mod=detail&id=37319, diakses pada tanggal 02 Maret 2015) yang menilai atas tiga aspek yaitu aspek kebahasaan, aspek non kebahasaan dan aspek isi. Pada aspek kebahasaan, pemerolehan nilai rata-rata tingkat keberhasilan pada saat pratindakan untuk skor C (cukup) sejumlah satu siswa dan D (kurang) sebanyak 14 siswa, bahkan nilai gagal (E) mencapai sembilan siswa. Dalam aspek nonkebahasaan juga mengalami peningkatan yang baik. Pada saat pratindakan berlangsung, hasil akhir yang mendapat skor A (baik sekali) sebanyak 4 siswa dan yang mendapat skor B (baik) sejumlah 6 siswa. Dari aspek isi pada saat kegiatan pratindakan, siswa yang mendapat nilai skor A (baik sekali) sebanyak 5 siswa, yang mendapat skor B (baik) sejumlah 15 siswa, dan yang mendapat skor C (cukup) sejumlah 4 siswa. Maka berdasarkan penelitan ini, kemampuan berbicara siswa terutama dalam aspek kebahasaannya masih perlu ditingkatkan.

Isnainar juga telah melakukan penelitian tentang kemampuan berbicara siswa kelas XI SMA Negeri 4 Kota Bengkulu (http://repository.unib.ac.id /8515/2/I%2CII%2CIII%2C2-13-isn.FI.pdf, diakses pada tanggal 02 Maret 2015), dapat dilihat dari hasil pembelajaran pada siklus I dengan nilai rata-rata siswa sebesar 73,5 (katagori baik) tetapi masih belum mencapai indikator keberhasilan minimal secara individu sebesar 75.

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berbicara siswa masih kurang maka perlu ditingkatkan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

Untuk meningkatkan kemampuan berbicara: mempresentasikan hasil penelitian diperlukan metode pembelajaran yang tepat. Metode pembelajaran tersebut tentunya untuk mengoptimalkan hasil kerja siswa, siswa akan berperan aktif dan tertarik untuk mengikuti proses belajar mengajar. Dalam hal ini, peneliti menggunakan metode audio-lingual untuk menunjang kemampuan mempresentasi siswa di depan kelas. Dimana metode ini dapat digunakan untuk membantu daya ingat dan daya serap siswa dalam memahami materi yang diajarkan.

Metode audiolingual ini merupakan suatu metode yang pelaksanaannya terfokus pada kegiatan latihan, drill, menghafal kosakata, dialog, teks bacaan. Menurut Badrul Khoir (dalam http://lib.uin-malang.ac.id/?mod=th_viewer&page =1&id=abstract/id_07330007.pdf, diakses pada tanggal 27 Februari 2015) mengatakan bahwa, “Metode Audiolingual adalah suatu metode yang mana banyak melakukan praktek praktek dan latihan-latihan dalam berbahasa baik dalam bentuk dialog, yang mana diharapkan para siswa bisa berbicara seperti pemilik bahasa itu sendiri”

Dalam pelaksanaan metode audiolingual, seorang guru akan memberi contoh tentang model yang benar, dalam hal ini melafalkan (pronounce) dan bagaimana melafalkan sebuah kalimat dan siswa harus menirukan. Kemudian dalam kesempatan yang lain guru akan melanjutkan dengan mengenalkan kata-kata baru dengan struktur kata yang sama. Pokok dari metode ini dan kaitannya dengan pembelajaran pelafalan adalah bagaimana melatih siswa dan terus berlatih melafalkan dengan benar sampai mereka dapat melakukannya secara spontan.

Mempresentasikan laporan tidak berarti menyampaikan keseluruhan hasil kegiatan. Hal tersebut tidak memungkinkan, di samping waktunya yang terbatas, cara tersebut dapat menyebabkan presentasi itu membosankan. Jalan keluarnya adalah dengan menyampaikan pokok-pokoknya saja, terutama yang menyangkut proses dan hasil-hasilnya. Tetapi pada kenyataannya, banyak siswa yang sulit mempresentasikan laporan hasil penelitian. Ada beberapa kelemahan yang ditemukan seperti tidak mampu mengemukakan ide-ide atau informasi tambahan guna menjelaskan ide-ide utama dan tidak menggunakan bentuk-bentuk kata, urutan kata, serta pilihan kata yang tepat sehingga sulit dipahami pendengar.

Fenomena tersebut terjadi karena kurang tepatnya pemilihan metode pembelajaran untuk mengajarkan keterampilan berbicara. Selama ini masih banyak guru yang menggunakan model konvensional, dimana guru langsung menyuruh siswa maju ke depan kelas untuk presentasi tanpa menyuruh siswa berlatih baik sendiri maupun bersama temannya. Hal tersebutlah yang membuat siswa grogi dan tidak percaya diri saat maju ke depan kelas. Padahal seharusnya seorang guru harus dapat memotivasi siswa untuk dapat terlibat dan berperan aktif dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan permasalahan yang ada, peneliti tertarik ingin menjadikan permasalahan tersebut sebagai topik yang akan diteliti. Adapun judul yang dipilih sesuai permasalahan tersebut yaitu “Pengaruh Metode Audiolingual terhadap Kemampuan Mempresentasikan Hasil Penelitian oleh Siswa Kelas XI SMA N 1 Balige Tahun Pembelajaran 2014/2015”.

Post a Comment

Artikel Terkait Tips Motivasi