Pendidikan Kewarganegaraan dalam Era Globalisasi

Pendidikan kewarganegaraan tidak jauh dari Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan bagian dari pondasi utama dari berdirinya Indonesia sebagai suatu negara. Ingatkah Anda bahwa dalam sejarah Indonesia, salah satu hal penting yang di kerjakan oleh para pendiri negara sebagai bagian dari persiapan kemerdekaan Indonesia adalah membentuk dasar negara dan Undang-Undang Dasar. Tidak mungkin suatu negara dapat berdiri dan bergerak maju tanpa memiliki dasar negara (Pancasila) dan UUD. Sebab keduanya menjadi pedoman yang memberi arah dan tujuan yang hendak diraih melalui pengelolaan negara. Jadi, siapapun yang memegang kekuasaan negara tidak boleh menyimpang dari amanat rakyat, dasar negara, dan UUD.
Sebagai penganut ideologi terbuka, Pancasila senantiasa mampu berinteraksi secara dinamis. Nilai-nilai Pancasila tidak boleh berubah, namun pelaksanaannya harus kita sesuaikan dengan kebutuhan dan tantangan nyata yang akan kita hadapi dalam setiap kurun waktu. Namun demikian, faktor manusia baik penguasa maupun rakyatnya sangat menentukan dalam mengukur kemampuan sebuah ideoogi dalam menyelesaikan berbagai masalah. Sebaik apapun ideologi kalau tanpa didukung oleh sumber daya manusia yang baik, maka ideologi itu hanya menjadi angan-angan belaka.

Bagi bangsa Indonesia, yang dijadikan sebagai sumber nilai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara adalah Pancasila. Hal ini berarti bahwa seluruh tatanan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara menggunakan Pancasila sebagai dasar moral atau norma dan tolak ukur tentang baik buruk dan benar salahnya sikap, perbuatan dan tingkah laku sebagai bangsa Indonesia. Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai intrinsikyang kebenarannya dapat dibuktikan secara objektif, serta mengandung kebenaran yang universal. Nilai-nilai Pancasila, merupakan kebenaran bagi bangsa indonesia karena telah teruji dalam sejarah dan dipersepsi sebagai nilai-nilai subjektif yang menjadi sumber kekuatan dan pedoman hidup seirama dengan proses adanya bangsa Indonesia yang dipengaruhi oleh dimensi waktu dan ruang. Nilai-nilai tersebut tampil sebagai norma dan moral kehidupan yang ditempa dan dimatangkan oleh pengalaman sejarah bangsa Indonesia untuk membentuk dirinya sebagai bangsa yang merdeka, berdaulat dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Nilai-nilai Pancasila itu menjadi sumber inspirasi dan cita-cita untuk diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pada era globalisasi dewasa ini ideologi kapitalis bisa saja menguasai dunia. Kapitalisme dapat mengubah masyarakat dan menjadi sistem internasional yang menentukan nasib ekonomi sebagian besar bangsa-bangsa di dunia. Secara tidak langsung kapitalisme juga dapat mempengaruhi sistem sosial politik dan budaya masyarakat diberbagai negara. Dalam kondisi dimana negara-negara nasional telah dipengaruhi prinsip kapitalisme, lambat laun negara-negara kebangsaan akan semakin mendesak. Dalam menghadapi kondisi seperti ini tentunya sangat tergantung pada kemampuan bangsa bersangkutan mempertahankan jati dirinya.

Merujuk pendapat Toyenbee setiap bangsa yang memiliki ciri khas tersendiri akan menghadapi tantangan dari pengaruh budaya asing. Jika suatu bangsa dihadapkan dengan tantangan yang cukup besar, sementara kemampuan untuk merespon tantangan relatif kecil dimungkinkan bangsa bersangkutan menjadi punah. Namun demikian jika tantangan yang dihadapi kecil sementara kemampuan yang dimiliki suatu bangsa untuk menghadapinya cukup besar, maka bangsa yang bersangkutan tidak akan berkembang menjadi bangsa yang kreatif. Karena itu setiap bangsa yang ingin eksis dalam pergaulan internasional haruslah meletakkan jati diri dan identitas nasionalnya sebagai dasar kepribadian.

Demikian halnya dengan bangsa Indonesia, agar dapat tetap eksis menghadapi globalisasi, maka harus tetap meletakkan jati diri dan identitas nasional yang merupakan kepribadian Indonesia sebagai dasar pengembangan kreatifitas budaya dalam pergaulan Internasional. Diharapkan justru dalam menghadapi globalisasi dengan berbagai tantangan, yang beberapa negara cenderung menghancurkan nasionalisme kesadaran nasional Indonesia bangkit kembali

Pendidikan kewarganegaraan sangat penting, dalam konteks Indonesia pendidikan kewarganegaraan itu berisi antara lain mengenai pruralisme yakni sikap menghargai keragaman, pembelajaran kolaboratif, dan kreatifitas. Pendidikan itu mengajarkan nilai-nilai kewarganegaraan dalam kerangka identitas nasional. Seperti yang pernah diungkapkan salah satu rektor sebuah universitas, “tanpa pendidikan kewarganegaraan yang tepat akan lahir masyarakat egois. Tanpa penanaman nilai-nilai kewarganegaraan, keragaman yang ada akan menjadi penjara dan neraka dalam artian menjadi sumber konflik. Pendidikan, lewat kurikulumnya, berperan penting dan itu terkait dengan strategi kebudayaan.”

Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, warga negara Republik Indonesia diharapkan mampu “memahami, menganalisa, dan menjawab masalah–masalah yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa dan negaranya secara konsisten dan berkesinambungan dengan cita–cita dan tujuan nasional seperti yang digariskan dalam Pembukaan UUD 1945 “. Dalam perjuangan non fisik, harus tetap memegang teguh nilai–nilai ini disemua aspek kehidupan, khususnya untuk memerangi keterbelakangan, kemiskinan, kesenjangan sosial, korupsi, kolusi, dan nepotisme; menguasai IPTEK, meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar memiliki daya saing; memelihara serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa; dan berpikir obyektif rasional serta mandiri.

Pendidikan kewarganegaraan juga bertujuan untuk menuntut beberapa kemampuan seperti (1) mampu berpikir kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi masalah kewarganegaraan yang semakin dipengaruhi oleh perkembangan zaman atau globalisasi, (2) berpartisipasi secara aktif, bertanggung jawab dan bersikap cerdas sebagai masayarakat berbangsa dan bernegara, (3) berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter – karakter diri bangsa yang hidup bersama dengan bangsa – bangsa lainya, (4) mampu berinteraksi dan bekerja sama dengan bangsa – bangsa lainnya baik melalui perkembangan informasi ilmu pengetahuan dan teknologi.

Globalisasi ditandai oleh kuatnya pengaruh lembaga-lembaga kemasyarakatan internasional, negara-negara maju yang ikut mengatur perpolitikan, perekonomian, sosial budaya, dan pertahanan keamanan global. Isu-isu global seperti demokrasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup turut pula mempengaruhi keadaan nasional. Globalisasi juga ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang informasi, komunikasi, dan transportasi membuat dunia menjadi transparan seolah-olah menjadi sebuah kampung tanpa mengenal batas negara. Kondisi ini akan mempengaruhi pola pikir, pola sikap, dan tindakan masyarakat Indonesia. (Budimansyah. 2010)

Perkembangan tekonologi dan informasi dapat mengubah pola pikir, tingkah laku, dan pola sikap. Sama halnya dengan globalisasi yang semakin marak dan menjadi tranding topik di telinga masyarakat Indonesia secara umum sekarang ini. Globalisasi ini sangat kuat pengaruhnya terhadap penerapan unsur – unsur jati diri bangsa melalui agen budaya luar terutama media massa. Adanya pertentangan antara nilai – nilai dari dalam diri bangsa Indonesia dengan nilai – nilai yang dibawa dari luar akan membawa konflik terhadap ideology bangsa dan Negara Indonesia. Seperti yang sudah kita ketahui bahwa ideology bangsa Indonesia adalah pancasila, dimana pancasila lah yang menjadi dasar fundamental bagi bangsa dan Negara Indonesia.

Setiap sila – sila pancasila memiliki makna khusus yang terkandung didalamnya, yaitu:

a. Sila pertama

1. Adanya kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta segala sesuatu.

2. Kebebasan untuk memeluk agama dan kepercayaannya masing – masing.

b. Sila kedua

1. Pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia dengan segala hak dan kewajibannya.

2. Adanya perlakuan adil

3. Manusia sebagai makhluk beradab dan berbudaya.

c. Sila ketiga

1. Pengakuan terhadap persatuan bangsa Indonesia

2. Cinta dan bangga akan Negara Indonesia

d. Sila keempat

1. Kedaulatan ada di tangan rakyat

2. Negara adalah untuk kepentingan rakyat

3. Keputusan diambil berdasarkan keputusan bersama

e. Sila kelima

1. Perwujudan keadilan social

2. Keseimbangan antara hak dan kewajiban

3. Cita – cita masyarakat adil dan makmur yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia.

Secara umum makna dari ideologi bangsa Indonesia atau pancasila adalah mencita – citakan kemerdekaan, persatuan dan kesatuan, kebersamaan, solidaritas dan kebudayaan. Oleh karena itu, pancasila menantang ajaran dogmatisme, eksclusivisme, serta totaliterisme. Dengan semakin menggilanya fenomena globalisasi, maka harus diambil tindakan secepatnya baik melalui strategi – strategi tertentu. Srtategi yang dimaksud dapat dilakukan dengan:

1. Memperkuat system pertahanan dan keamanan nasional yang dapat memberikan jaminan keamanan terhadap identitas dan integrasi nasional serta eksistensi bangsa Indonesia dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Pengaturan tata ruang wilayah nasional yang serasi dan harmonis demi kesejahteraan rakyat dan tetap mempertahankan kepentingan pertahanan dan keamanan nasional.

3. Optimalisasi pemanfaatan dan pengelolaan berkelanjutan demi pembangunan nasional yang adil dan merata.

4. Peningkatan pelayanan kesehatan dan system pendidikan.

5. Memantapkan identitas nasional yaitu bhineka tunggal ika

6. Meningkatkan kesadaran bela Negara.

Globalisasi yang cepat hadir dan bercengkrama dengan kebudayaan masyarakat Indonesia saat ini, tentunya membawa dampak perubahan terhadap kondisi kemasyarakatan masa mendatang. Kecepatan arus ilmu pengetahuan dan informasi dalam mendistribusikan opini dan berita public telah sedemikian cepatnya merubah pandangan dan wawasan seseorang. Keterbatasan waktu dan jarak membuat kita khawatir akan dampak globalisasi ini. Proses perubahan yang demikian cepat akibat globalisasi tersebut akan membawa dampak yang tidak kecil bagi kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat Indonesia. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bilamana kekhwatiran akan hilangnya nilai – nilai luhur budaya dan peradaban bangsa Indonesia yang akan tergantikan dengan nilai – nilai global. Hal ini akan menjadi isu utama yang perlu mendapatkan perhatian khusus, terl;ebih lagi bahwa saat ini masih kurangnya pemahaman dan pengamalan pancasila dan UUD 1945. Salah satu hal yang sudah mulai pudar adalah budaya gotong royong, dimana budaya gotong royong saat ini cenderung tergantikan dengan budaya konvensasi atau membayar orang untuk menggantikan pekerjaan yang seharusnya dapat dilakukan secara bersama – sama.

Oleh karena itu penting kiranya membangun kembali system nilai luhur bangsa Indonesia yang telah dituangkan oleh para pendahulu bangsa Indonesia sebagai buah pemikiran yang cerdas dan penuh kebijaksanaan, yang tersirat dan tersurat dalam Pancasila dan UUD 1945. Bias saja dengan kurangnya pemahaman dan pengamalan Pancasila dan UUD 1945 sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara serta sebagai ideologi neegara lebih disebabkan oleh lemahnya system pembinaan individu mulai tingkat informal, seperti lingkungan keluarga sampai ke tingkat folmal seperti system pendidikan nasional. Selain itu proses perubahan pola piker, sikap dan tindakan juga tidak terlepas adanya perubahan social budaya dan ekonomi akibat adanya era globalisasi ini.

Tidaklah dapat dielakkan bahwa pembekalan kemampuan dan pengetahuan setiap warga Negara menjadi syarat mutlak dalam menumbuh kembangkan nilai – nilai luhur pada setiap indivu. Dalam hal ini dibutuhkan persiapan dan proses penyesuaian diri dengan era globalisasi melalui pendidikan kewarganegaraan. Hal ini telah terlihat pada system pendidikan nasional bahwa pendidikan kewarganegaraan sudah menjadi salah satu mata kuliah umum di perguruan tinggi. Pendidikan kewarganegaraan yang diberikan ke mahasiswa di perguruan tinggi didesain sebagai bagian dari mata kuliah kepribadian. Dimana tujuan pengajaranya memberikan pemahaman akan rasa kecintaan terhadap tanah air, mengenal nilai - nilai luhur , serta menumbuhkan rasa kebanggaan atas segenap aspek – aspek social seperti khasanah social, ekonomi, budaya politik dan system pertahanan dan keamanan yang telah turun temurun berlaku di kehidupan bangsa Indonesia. Dengan ini diharapkan akan muncul jiwa – jiwa pemuda Indonesia yang bias menjadi ilmuwan professional yang memiliki rasa kebanggan akan tanah air dan berperan aktif dalam menjaga nilai luhur bangsa dalam menghadapi tantangan di era globalisasi ini.

Pendidikan Kewarganegaraan yang ditawarkan kepada mahasiswa. Sementara itu, dalam mengantisipasi tuntutan global, pembelajaran diorientasikan agar para mahasiswa mempunyai kemampuan, kesadaran dan sikap kritis untuk menangkal dampak negatif globalisasi. Globalisasi dan ekspansi pasar perlu diimbangi kebebasan politik Pancasila sehingga mahasiswa sadar dan mampu memperjuangkan hak-hak politiknya secara benar, rasional dan bertanggung jawab. Upaya ke arah itu dapat dilakukan dengan mengisi dan memantapkan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) di perguruan tinggi dengan memberi kemampuan kritis kepada mahasiswa, sehingga mahasiswa secara sadar dan jujur melakukan kritik dan evaluasi tentang manfaat globalisasi.

Adapun muatan pendidikan kewarganegaraan sebagai mata kuliah umum di perguruan tinggi adalah sebagai berikut:

1. Filsafat pancasila yang meliputi pengetahuan mengenai pancasila sebagai system filsafat dan sebagai ideology bangsa dan Negara.

2. Identitas nasional yang meliputi pengetahuan mengenai karakteristik identitas nasional dan proses berbangsa dan bernegara.

3. Politik dan strategi yang meliputi pengetahuan mengenai system konstitusi, politik dan ketatanegaraan Indonesia.

4. Demokrasi Indonesia yang meliputi pengetahuan mengenai konsep dan prinsip demokrasi dan pendidikan demokrasi, serta demokrasi dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Hak asasi manusia dan rule of law, yaitu meliputi pengetahuan tentang:

a. Pengakuan atas martabat dan hak-hak yang sama sebagai manusia hidup didunia.

b. Penghargaan dan penghormatan atas hak-hak manusia dengan perlindungan hokum.

6. Hak dan kewajiban warga Negara yang meliputi pengetahuan tentang warga Negara Indonesia serta hak dan kewajiban warga Negara Indonesia.

7. Goepolitik Indonesia, yang meliputi pengetahuan mengenai:

a. wilayah sebagai ruang hidup dan otonomi daerah.

b. Politik dan strategi nasional sebagai politik nasional dan strategi nasional untuk mengantisipasi perkembangan globalisasi kehidupan dan perdagangan bebas

c. Politik nasional sebagai hakikat material politik negara

d. Strategi nasional sebagai hakikat seni dan ilmu politik pembangunan nasional.

8. Geostrategic Indonesia, yang meliputi pengetahuan mengenai konsep Asta Gatra sertra peranan Indonesia di dunia dan perdamaian dunia.

Dalam hal ini, dapat kita lihat bahwa pendidikan kewarganegaraan memang didesain sebagai upaya persiapan dan penyesuaian diri terhadap perubahan nilai luhur di masa yang akan dating yang sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan internal (dalam negeri) maupun eksternal (luar negeri), terutama yang berkaitan dengan isu globalisasi.

Persiapan dan penyesuaian diri terhadap arus dan era globalisasi ini harus dimulai dengan adanya:

1. Ketanggapan terhadap masalah social, politik, budaya dan lingkungan.

2. Kreativitas dalam menemukan alternative dalam pemecahan masalah.

3. Efisiensi dan etos kerja yang tinggi

Persiapan dan penyesuaian diri dapat dicirikan dengan adanya:

1. Kemampuan mengantisipasi perkembangan informasi berdasaekan ilmu pengetahuan.

2. Kemampuan dan sikap untuk mengerti dan mengantisipasi situasi.

3. Kemampuan untuk mengakomodasi IPTEK serta perubahan yang diakibatkannya.

4. Kemampuan merorientasi terutama kemampuan untuk menyeleksi informasi yang masuk.



Pada akhirnya persiapan dan penyesuaian diri terhadap globalisasi ini setidaknya mampu memunculkan:

1. Pekerja yang terampil yang menjadi bagian utama dari mekanisme produksi yang lebih efektif dan efisien.

2. Pemimpin yang efektif dan memiliki kemampuan berpikir, mengambil keputusan yang tepat pada waktunya, serta mengendalikan pelaksanaan kerja dengan cakapa dan wibawa.

3. Pemikir yang mampu menentukan dan melihat segala kemungkinan dihari depan.

Sasaran akhir dari pembentukan/ pengubahan nilai dan sikap adalah bahwa suatu norma sebagai acuan perilaku telah terwujud dalam perilaku sehari – hari secara konsisten, dengan kata lain system nilai telah terbentuk dan mewarnai pandangan hidup dan perilaku seseorang dalam hidupnya. Perubahan nilai dan sikap dalam rangka mengantisipasi masa depan tersebut haruslah diupayakan sedemikian rupa sehingga mewujudkan keseimbangan dan keserasian antara aspek pelestarian dan aspek pembaharuan. Nilai – nilai luhur yang mendasari kepribadian dan kebudayaan bangsa Indonesia seogianya akan tetap dilestarikan agar terhindar dari krisis identitas.

Globalisasi yang semakin cepat dan terbuka ini bagaimana pun harus diwaspadai dan diantisipasi, karena globalisasi tidak dapat dihindari. Yang dapat dilakukan adalah bagaimana menemukan strategi bagaimana bangsa ini mampu menemukan ritme atau alur yang mantap dalam menghadapi arus globalisasi ini. Kewaspadan dan antisipasi terhadap globalisasi ini membawa paradok tersendiri, sseprti budaya global terhadap budaya local, universal terhadap individu, dan modern terhadap tradisional.

Dengan adanya arus globalisasi ini, banyak orang berspekulasi dan khwatir akan dampak yang diakibatkan oleh globalisasi ini. Tentunya globalisasi ini akan membawa dua dampak yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif globalisasi dapat ditunjukkan dengan adanya kemudahan informasai dan arus barang antarnegara dan wilayah. Selain itu, dengan adanya globlaisasi ini akan mendorong laju pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun, globalisasi juga dapat membawa dampak negatif dalam kehidupan bangsa dan Negara.

Dampak negatif dari globalisasi dapat ditunjukkan dengan semakin mengikisnya jati diri bangsa. Globalisasi juga akan menjadikan kalangan muda bangsa Indonesia lebih tertarik pada budaya baru yang ditawarkan agen budaya luar dibandingkan dengan budaya Indonesia yang telah menjadi jati dirinya. Hal ini diperkuat oleh hasil survey Developing Contries Studies Center (DCSC) Indonesia tentang semangat nasionalisme. Disebutkan bahwa 83,3 % responden mengaku bangga sebagai orang Indonesia. Sementara 5,5% mengatakan tidak bangga dan sisanya 11, 2% menjawab tidak tahu. Namun, jika dibandingkan dengan hasil survei Lingkar Survei Indonesia (LSI) pada tahun yang sama menandakan penurunan. Dimana sebanyak 92,1% menjawab bangga sebagai orang Indonesia, 4,2% mengatakn tidak bangga dan sisanya 3,7% menjawab tidak tahu. Oleh karena itu harus dilakukan upaya untuk mengantisipasi dampak negative globalisasi ini.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi dampak negative globalisasi ini adalah melalui efektivitas pembinaan kebangsaan melalui pembentukan sikap nasionalisme. Sikap nasionalisme sebagai sikap mental dan menempatkan kesetiaan tertinggi pada Negara, menjaga nilai – nilai luhur, dan memelihara unsur- unsur identitas nasional. Tentunya dengan ini akan dapat diupayakan sebagai antisipasi mengikisnya jati diri bangsa di tengah arus globalisasi. Oleh karena itu, pendidikan kewarganegaraan sebagai sarana pembinaan semangat nasionalisme harus dapat diefektifkan, sebagaimana disebutkan dalam pasal 3 Undang – Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional yaitu” untuk membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat”. Dengan demikian, sikap nasionalisme akan dapat ditumbuhkembangkan sebagai pembentukan sikap dan mental bangsa dalam mempertahankan jati diri bangsa di tengah arus globalisasi.

Adanya Era Globalisasi dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Era Globalisasi tersebut mau tidak mau, suka atau tidak suka telah datang dan mengeser nilai-nilai yang telah ada. Nilai-nilai tersebut baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Ini semua merupakan ancaman, tantangan sekaligus sebagai peluang bagi bangsa Indonesia untuk berkreasi, dan berinovasi disegala aspek kehidupan. Di Era Globalisasi pergaulan antar bangsa semakin ketat. Batas antar negara hampir tidak ada artinya, batas wilayah tidak lagi menjadi penghalang. Didalam pergaulan antar bangsa yang semaikn kental itu akan terjadi proses akulturasi, saling meniru dan saling mempengaruhi antara budaya masing-masing. Yang perlu kita cermati dari proses akulturasi tersebut apakah dapat melunturkan tata nilai yang merupakan jati diri bangsa Indonesia. Lunturnya tata nilai tersebut biasanya ditandai oleh dua faktor yaitu :

1. Semakin menonjolnya sikap individualistis yaitu mengutamakan kepentingan pribadi diatas kepentingan umum, hal ini bertentengan dengan azas gotong royong.

2. Semakin menonjolnya sikap materialistis yang berarti harkat dan martabat kemanusiaan hanya diukur dari hasil atau keberhasilan seseorang dalam memperoleh kekayaan. Hal ini bisa berakibat bagaimana cara memperolehnya menjadi tidak dipersoalkan lagi.

Arus informasi yang semakin pesat mengakibatkan akses masyarakat trhadap nilai-nilai asing yang negatif semakin besar. Apabila proses ini tidak segara dibendung akan berakibat serius dimana pada puncaknya mereka tidak bangga kepada bangsa dan negaranya.



Globalisasi dapat dimaknai sebagai proses integrasi dunia disertai dengan ekspansi pasar (barang dan uang) yang di dalamnya mengandung banyak implikasi bagi kehidupan manusia (Khor, 2000). Integrasi dunia diperkirakan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dan diharapkan dapat merangsang perluasan peluang kerja dan peningkatan upah riel sehingga kemiskinan berkurang. Bagi negara maju dengan ketersediaan dukungan berbagai keunggulan (sumber daya manusia dan teknologi) barangkali harapan-harapan itu dapat menjadi kenyataan. Namun, bagi kebanyakan negara berkembang dengan berbagai kondisi keterbelakangan merasa khawatir bahwa integrasi dunia hanya menguntungkan pemilik modal (negara maju).

Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) tidak bisa diisolasi dari kecenderungan globalisasi yang mempengaruhi kehidupan manusia di manapun ia hidup. Dalam konteks globalisasi ini beberapa ahli memberikan penekanan pada fungsi peran Pendidikan Kewarganegaraan dalam membangun warganya. Globalisasi akan membawa perubahan ideology dari particular menjadi universal. Dengan kondisi inilah akan muncul sikap kapitalisme yang akan menguasai dunia. Karena itu diharapkan kita mampu menjaga dan mengembangkan kreatifitas atas dasar kepribadian yang menjadi cirri khas bangsa Indonesia. Salah satu cirri yang dimiliki bangsa Indonesia adalah Identitas Nasional. Dengan identitas nasional inilah kita dapat dibedakan dengan Negara lain, identitas ini juga tidak dapat dipisahkan datii jati diri suatu bangsa, serta indentitas ini menjadi keperibadian suatu bangsa.

Menyadari akan tantangan perubahan, baik lokal, nasional, maupun global semakin berat, Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan mampu menumbuhkan sikap mental cerdas, penuh tanggung jawab dari mahasiswa untuk mampu memahami, menganalisis, serta menjawab berbagai masalah yang dihadapi masyarakat, bangsa dan negara secara tepat, rasional, konsisten, berkelanjutan serta menjadi warga negara yang tahu hak dan kewajibannya menguasai iptek serta dapat menemukan jati dirinya, dan dapat mewujudkan kehidupan yang demokratis, berkeadilan, dan berkemanusiaan.

Dengan kata lain secara konseptual Pendidikan Kewarganegaraan hendaknya mengembangkan warga negara yang memiliki lima ciri utama, yaitu jati diri, kebebasan untuk menikmati hak tertentu, pemenuhan kewajiban-kewajiban terkait, tingkat minat dan keterlibatan dalam urusan publik, dan pemilikan nilai-nilai dasar kemasyarakatan. Karakteristik tersebut menuntut adanya upaya pengembangan kurikulum dan pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan yang berorientasi pada konsep “contextualized multiple intelligence” dalam nuansa lokal, nasional, dan global.

Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) di Indonesia ditempatkan sebagai salah satu bidang kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value-based education”. Selain sebagai value-based education, dalam era global Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia mengemban misi sebagai pendidikan demokrasi (Civic Education for democracy). Oleh karena itu hendaknya Pendidikan Kewarganegaraan mengkaji konsep besar yang dibawa globalisasi, yakni demokrasi, hak-hak asasi manusia, dan menempatkan hukum di atas segalanya (supremacy of law/rule of law) yang didasarkan pada fondasi sepuluh pilar demokrasi (The Ten Pillars of Indonesian Constitutional Democracy) yang menjadi dasar pengembangan pendidikan kewarganegaraan yang baru.
Apapun penekanannya semua bermuara pada pembangunan civic competence (kompetensi kewarganegaran). Aspek-aspek civic competences tersebut meliputi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills), dan watak atau karakter kewarganegaraan (civic disposition).

Mengingat eksistensi globlalisasi sangat kuat saat ini, maka kita sebagai bangsa yang mempunyai jati diri dan kepribadian yang berbeda dengan bangsa lain, harus tetap memelihara dan meletakkan jati diri dan identitas nasional yang merupakan kepribadian bangsa. Identitas nasiuonal memiliki beberapa unsure, yaitu:

1. Pancasila

2. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

3. Konstitusi UUD 1945

4. Bhinneka Tunggal Ika

5. Nilai budaya

6. Bendera

7. Bahasa nasional

8. Lagu kebangsaan

9. Lambang Negara, dan

10. Lagu – lagu wajib

Dengan demikian terdapat beberapa keharusan dan tuntutan terhadap Pendidikan Kewarganegaraan dalam mengembangkan kompetensi kewarganegaraan di era global, baik dalam kajian disiplin ilmu, kurikulum, dan pembelajaran. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka perlu diadakan suatu forum ilmiah untuk mengkaji fungsi peran Pendidikan Kewarganegaraan dalam mengembangkan kompetensi kewarganegaraan di era global. Pendidikan kewarganegaraan akan dapat memberikan kekuatan dan berfungsi untuk memecahkan berbagai masalah dalam mempertahankan kedaulatan bangsa, termasuk kedaulatan jati diri bangsa yang semakin terkikis oleh arus globalisasi.

Post a Comment

Artikel Terkait Tips Motivasi