Aliran Filsafat Pendidikan Pragmatisme


2.1.1    Pengertian Pragmatisme
    Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu, asal saja hanya membawa akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan demikian, patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup praktis”.
    Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu, yaitu apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
    Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.
    Pragmatisme dalam perkembangannya mengalami perbedaan kesimpulan walaupun berangkat dari gagasan asal yang sama. Kendati demikian, ada tiga patokan yang disetujui aliran pragmatisme yaitu, (1) menolak segala intelektualisme, dan (2) absolutisme, serta (3) meremehkan logika formal.

2.1.2    Tokoh-tokoh Filsafat Pragmatisme
    Filosuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William James dan John Dewey.

1.    William James (1842-1910 M)
    William James lahir di New York pada tahun 1842 M, anak Henry James, Sr. ayahnya adalah orang yang terkenal, berkebudayaan tinggi, pemikir yang kreatif. Selain kaya, keluarganya memang dibekali dengan kemampuan intelektual yang tinggi. Keluarganya juga menerapkan humanisme dalam kehidupan serta mengembangkannya. Ayah James rajin mempelajari manusia dan agama. Pokoknya, kehidupan James penuh dengan masa belajar yang dibarengi dengan usaha kreatif untyuk menjawab berbagai masalah yang berkenaan dengan kehidupan.3
Karya-karyanya antara lain, Tha Principles of Psychology (1890), Thee Will to Believe (1897), The Varietes of Religious Experience (1902) dan Pragmatism (1907). Di dalam bukunya The Meaning of Truth, Arti Kebenaran, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam pengembangan itu senantiasa berubah, karena di dalam prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tidak ada kebenaran mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran (artinya, dalam bentuk jamak) yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah oleh poengalaman berikutnya.
Nilai pengalaman dalam pragmatisme tergantung pada akibatnya, kepada kerjanya artinya tergantung keberhasilan dari perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu. Pertimbangan itu benar jikalau bermanfaat bagi pelakunya, jika memperkaya hidup serta kemungkinan-kemungkinan hidup.
    Di dalam bukunya, The Varietes of Religious Experience atau keanekaragaman pengalaman keagamaan, James mengemukakan bahwa gejala keagamaan itu berasal dari kebutuhan-kebutuhan perorangan yang tidak disadari, yang mengungkapkan diri di dalam kesadaran dengan cara yang berlainan. Barangkali di dalam bawah sadar kita, kita menjumpai suatu relitas cosmis yang lebih tinggi tetapi hanya sebuah kemungkinan saja. Sebab tiada sesuatu yang dapat meneguhkan hal itu secara mutlak. Bagi orang perorangan, kepercayaan terhadap suatu realitas cosmis yang lebih tinggi merupakan nilai subjektif yang relatif, sepanjang kepercayaan itu memberikan kepercayaan penghiburan rohani, penguatan keberanian hidup, perasaan damain keamanan dan kasih kepada sesama dan lain-lain.
    James membawakan pragmatisme. Isme ini diturunkan kepada Dewey yang mempraktekkannya dalam pendidikan. Pendidikan menghasilkan orang Amerika sekarang. Dengan kata lain, orang yang paling bertanggung jawab terhadap generasi Amerika sekarang adalah William James dan John Dewey. Apa yang paling merusak dari filsafat mereka itu? Satu saja yang kita sebut: Pandangan bahwa tidak ada hukum moral umum, tidak ada kebenaran umum, semua kebenaran belum final. Ini berakibat subyektivisme, individualisme, dan dua ini saja sudah cukup untuk mengguncangkan kehidupan, mengancam kemanusiaan, bahkan manusianya itu sendiri.
2.    John Dewey (1859-1952 M)
    Sekalipun Dewey bekerja terlepas dari William James, namun menghasilkan pemikiran yang menampakkan persamaan dengan gagasan James. Dewey adalah seorang yang pragmatis. Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnnya untuk memenuhi kebutuhan manusiawi.
    Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya.
    Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah instrumentalisme. Pengalaman adalah salah satu kunci dalam filsafat instrumentalisme. Oleh karena itu filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara aktif-kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat menyusun sistem norma-norma dan nilai-nilai.
Instrumentalisme ialah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu berfungsi dala penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan.
    Menurut Dewey, berpikir adalah mentransformasikan suatu situasi yang kacau – balau, situasi yang tidak menguntungkan, kegelapan, ke situasi yang lebih terang, tenang, dan harmonis. Jadi, pemikiran hanyalah sebuah alat untuk mengatasi suatu masalah atau menangani krisis dalam situasi konkret. Tugas dari pemikiran adalah menemukan alat atau sarana dalam lingkup konkret demi tujuan praktis yang dibutuhkan dalam kehidupan.
    Dewey tertarik pada penerapan filsafat atas persoalan-persoalan sosial yang semakin nyata, rumit dan membingungkan yang dihadapi di Amerika pada waktu itu. Berhadapan dengan persoalan-persoalan ini, metode instrumentalisme menjadi efektif untuk digunakan karena metodenya memperlakukan ide-ide untuk menyelesaikan persoalan-persoalan praktis. Penekanan Dewey dalam metode instrumentalismenya adalah pada praktek, yakni pada keterlibatan aktual atau partisipasi aktif dimana kita belajar dengan mengerjakannya (learning by doing).
    Oleh karena itu dengan teori yang demikian, ajaran Dewey disebut instrumentalisme yang baginya merupakan teori mengenai bentuk konsepsi penalaran umum yang merupakan kekhasan dalam pemikiran untuk memperkuat konsekuensi selanjutnya. Dewey sendiri mengartikan instrumentalisme sebagai usaha menyusun teori logis mengenai konsep-konsep, keputusan-keputusan dan kesimpulan-kesimpulan dalam penentuan eksperimental bagi kensekuensi-konsekuensi selanjutnya dalam praksis.
    Dewey merumuskan esensi instrumentalisme pragmatis sebagai to conceive of both knowledge and practice as means of making good excellencies of all kind secure in experienced existence. Demikianlah, Dewey memberikan istilah pragmatisme dengan instrumentalism, operationalism, functionalism, dan experimentalism. Disebut demikian karena menurut aliran ini bahwa ide, gagasan, pikiran, dan inteligent merupakan alat atau instrumen untuk mengatasi kesulitan atau persoalan yang dihadapi manusia.
    Pemahaman terhadap Dewey menjadi jelas jika menelusuri pandangannya mengenai pemikiran, pengalaman, dan pengetahuan. John Dewey dianggap seorang empiris karena baginya, pemikiran harus berpijak pada penggalaman (experience), dan bergerak kembali menuju ke pengalaman-pengalaman. Jadi, baginya titik tuju dan titik tolak dari pemikiran adalah pengalaman. Pada mulanya pemikiran bangkit karena adanya pengalaman (contoh; yang menyulitkan) dan pada akhirnya pemikiran membuat pemecahan yang akan mempunyai akibat merubah situasi, yang berarti juga pengalaman itu selanjutnya( yang akan datang).
    Konsep kunci filsafat Dewey adalah pengalaman. Filsafat harus berpangkal pada pengalaman-pengalaman dan menyelidiki serta mengolah pengalaman itu secara aktif kritis. Karena itu, bagi Dewey seorang filsuf harus peka akan pentingnya pengalaman. Pada awalnya Dewey tertarik pada teori pengalaman yang dikembangkan oleh kaum Hegelian, tetapi kemudian ia mengembangkan suatu teori semacam neo-empirisme. Ada 3 hal pemikiran pokok mengenai pengalaman yang menurut Dewey diabaikan oleh para pemikir idealis, yakni:
1.    Pengabaian terhadap pengalaman bertindak.
2.    Penolakannya terhadap gagasan mengenai suatu hal yang merupakan kesatuan yang menyeluruh.
3.    Anggapannya bahwa kaum Hegelian dan idealis mengenai kodrat alam yang terlalu mengeneralisasikan sehingga menuntun pada proyeksi kosmis yang keliru.
Dengan meninggalkan pemikiran Hegelian ini, Dewey kemudian beranggapan bahwa pengalaman merupakan interaksi suatu organisme dan lingkungan, alam dan masyarakatnya. Menurutnya pengalaman merupakan pertemuan non-reflektif dengan suatu situasi seperti halnya makan donat, menikmati pemandangan, dan bercanda dengan teman.
Pengalaman sangat erat kaitannya dengan proses berpikir. Karena proses berpikir pada akhirnya tertuju pada pengalaman tersebut. Gerak pemikiran manusia dibangkitkan dengan suatu keadaan yang menimbulkan permasalahan di dunia sekitar kita dan gerak itu berakhir dalam berbagai perubahan. Pengalaman langsung bukanlah soal pengetahuan yang mengandung di dalamnya pemisahan antara subjek dan objek, pemisahan antara pelaku dan sasarannya. Dalam pengalaman keduanya dipersatukan. Kalau terjadi pemisahan antara pelaku dan objek, hal itu bukan merupakan pengalaman, melainkan suatu hasil refleksi atas pengalaman tadi.
Menurut Dewey ada 2 hal yang mempengaruhi lahirnya konsep baru mengenai pengalaman dan relasinya dalam pengalaman dan penalaran. Pertama, perubahan mengenai kodrat pengalaman itu sendiri. Kedua, perkembangan suatu bidang psikologi yang berlandaskan pada biologi. Perkembangan biologi membuat segala sesuatu menjadi berubah. Prinsipnya kalau ada kehidupan pastilah ada tingkah laku dan tindakan. Namun penyesuaian diri itu bukanlah suatu hal yang pasif tetapi aktif, sebab organisme bertindak terhadap lingkungan tersebut dengan memberikan perubahan terhadapnya sesuai dengan usahanya dalam mempertahankan kehidupan dan menghadapi lingkungannya. Dalam hal ini pengalaman merupakan proses timbal balik dan saling mempengaruhi antara makhluk hidup dan lingkungannya dalam rangka menuju ke kehidupan yang lebih baik. Bagi Dewey pengalaman adalah lingkungan yang merangsang organisme untuk memodifikasi lingkungan itu dalam hubungan timbal balik.

Post a Comment

Artikel Terkait Tips Motivasi