Bioequivalence, Jaminan Khasiat Obat Generik

Kebutuhan masyarakat akan tersedianya obat-obatan yang murah namun memiliki kualitas yang tidak murahan sudah mendesak. Tingkat kebutuhan masyarakat Indonesia akan pengobatan ini terlihat dari jumlah keluhan terhadap kesehatan yang naik menjadi 33.24% tahun 2008 dari 23.15% pada tahun 1996 (Badan Pusat Statistik). Kebutuhan akan obat murah teratasi dengan adanya obat generik (copy) yang sudah banyak yang beredar di masyarakat,namun peredaran ini kurang diimbangi dengan publikasi tentang obat generik. Hal ini berakibat bahwa banyak masyarakat yang menilai bahwa obat generik adalah obat-obatan murah yang murahan atau khasiat dan mutunya dipertanyakan.


Obat generik atau obat copy adalah obat yang telah habis masa patennya (off-patent), sehingga industri farmasi bisa membuat obat dengan kandungan zat aktif tersebut tanpa perlu melakukan riset. Obat generik yang beredar di masyarakat umumnya adalah obat generik dengan merek dagang ataupun obat generik berlogo. Obat generik berlogo adalah obat generik dengan nama yang sesuai dengan zat aktif yang terkandung, sedangkan obat generik dengan nama dagang adalah obat generik yang diberi label atau nama oleh produsen, sebegai contoh pabrik A memproduksi “Inemicillin”, sedangkan pabrik B memproduksi “Getoticillin”, tatapi keduanya memiliki kandungan zat katif yang sama, yaitu Amoxicillin.

Dalam pengembangan obat-obatan generik harus dilakukan uji bioavalaibilitas untuk menentukan kesamaan khasiat dengan obat patent secara bioekuivalensi. Bioavalibility adalah ketersediaan kandungan zat aktif dalam tubuh, sedangkan biovalaibility adalah tingkat kemiripan suatu zat aktif antara produk copy (generik) dengan obat patennya secara bioavalaibilty.

Pengujian bioavailability dan bioequivalence (BA/BE) perlu dilakukan untuk memastikan efek obat generik secara teurapetik dan klinik. Untuk itu diperlukan subjek uji, dalam hal ini manusia. Hal ini tidak berbahaya, karena obat generik yang dikembangkan telah melalui berbagai tahap pengembangan oleh produsen obat patent.

Secara singkat, beberapa subjek uji melalui tahapan screening untuk memastikan subjek tersebut dalam kondisi sehat dan memenuhi persyaratan seperti Body Mass Index (BMI), hematology test, ECG, dll. Kemudian, obat tersebut diberikan ke subjek uji melalui oral, injeksi, dll. Dalam waktu tertentu, dilakukan pengambilan sampel darah, sampai diperkirakan obat itu telah habis dalam tubuh. Terdapat dua fase, yaitu fase obat copy dan fase obat innovator (patent), kedua fase ini dipisahkan (wash out period) untuk memastikan obat tersebut tidak terdapat lagi dalam subject uji.

Sampel darah ini, biasanya dalam bentuk plasma atau serum, dilakukan analisis secara kuantitatif dengan Spektrofotometri, HPLC (UV atau Fluorescence), HPLC-MS/MS, ataupun UPLC-TQD. Data mentah berupa kadar atau konsentrasi zat aktif, kemudian diolah secara statistik. Parameter bioavailabilitas yang dibandingkan adalah antara AUCt dan AUC inf, Cmax, dan tmax. Uji statistik yang digunakan adalah ANOVA dengan confidence interval (CI) 90 persen. Suatu obat copy dikatakan bioekivalensi bila memiliki rasio AUC T/R dan Cmax, sekitar 80-125 persen.

Apakah obat generik yang beredar telah melalui uji BE?

BPOM, disamping telah memberlakukan current Good Manufacturing Practice (cGMP), juga menetapkan uji bioavailabilitas/bioekivalensi (BA/BE) terhadap obat copy yang beredar. Lewat Peraturan Kepala BPOM-RI, 29 Maret 2005, tentang: Pedoman Uji BE dan Peraturan Kepala BPOM-RI, 18 Juli 2005 tentang: Tata Laksana Uji Bioekivalensi, uji BE menjadi prasyarat registrasi obat.


Lalu, kenapa obat generik lebih murah?

Pertanyaan ini seringkali muncul. Obat generik adalah obat copy, artinya obat tersebut hanya “menjiplak” dari obat innovator (obat patent). Tentu hal ini tidak memerlukan penelitian yang panjang seperti halnya obat patent, karena semua uji untuk obat baru telah dilewati. Obat patent memiliki masa eksklusif setelah obat tersebut beredar untuk dijual. Produsen obat patent umumnya menjual mahal karena biaya riset yang dikeluarkan sangat besar. Hal ini tidak terjadi pada obat generik, dan tentu berakibat pada harga jual obat generik yang jauh lebih murah.

Oleh : Muhamad Zaelani

Post a Comment

Artikel Terkait Tips Motivasi