Persepsei Motorik Pada Anak

Persepsei motorik
Perkembangan fisik sangat berkaitan erat dengan perkembangan motorik anak. Motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinir antara susunan saraf, otot, otak, dan spinal cord. Perkembangan motorik meliputi pengayaan motorik dan persepsi motorik. Persepsi motorik adalah kesadaran gerak,anak harus menyadari keberadaan dirinya dengan kondisi lingkungannya. Mereka harus memanfaatkan inderanya, mengontrol keseimbangannya, mengenai ruang geraknya, dan memahami bagian-bagian tubuh yang dapat digerakkannya. Persepsi motorik meliputi enam faktor yaitu:
Pancaindra

Pancaindra merupakan alat yang digunakan untuk mengenali lingkungan di sekeliling anak sehingga anak dapat berinteraksi.
Kesimbangan

Keseimbangan merupakan suatu keadaan seimbang antara tenaga yang berlawanan dalam menjaga pusat berat badan.

3. Ruang

Ruang memacu kemampuan anak memahami ruang eksternal sekitar anak, dan memfungsikan gerak motorik di dalam ruang tersebut, seperti lingkaran, segitiga, dan segi empat.

4. Tubuh

Tubuh memacu kemamouan anak untuk mengetahui dan memahami nama dan fungsi macam-macam bagian tubuh yang melekat pada diri anak , seperti kaki,tangan,mata, dan telinga.

5. Waktu

Kemampuan menduga waktu kedatangan didasarkan pada ciri-ciri kecepatan jalannya bola. Dengan kata lain, waktu memacu kemampuan idividu dalam menganpisipasi sesuatu benda yang datang kepadanya.

6. Arah

Arah memacu kemampuan anak memahami dan menerapkan konsep arah,seperti atas, bawah, depan, dan belakang, kemampuan tersebut sangat penting agar anak bisa berkembang dengan optimal. Perkembangan motorik sangat dipengaruhi oleh organ otak. Otak lah yang mensetir setiap gerakan yang dilakukan anak. Semakin matangnya perkembangan system syaraf otak yang mengatur otot m,emungkinkan berkembangnya kompetensi atau kemampuan motorik anak.

Perkembangan motorik berbeda dari setiap individu, ada orang yang perkembangan motoriknya sangat baik, seperti para atlit, ada juga yang tidak seperti orang yang memiliki keterbatasan fisik. Gender pun memiliki pengaruh dalam hal ini, sesuai dengan pendapat Sherman (1973) yang menyatakan bahwa anak perempuan pada usia middle childhood kelenturan fisiknya 5 %- 10 % lebih baik dari pada anak laki-laki, tapi kemampuan fisik atletis seperti lari, melompat dan melempar lebih tinggi pada anak laku-laki dari pada perempuan.

Perkembangan motorik beriringan dengan proses pertumbuhan secara genetis atau kematangan fisik anak, Motor development comes about through the unfolding of a genetic plan or maturation (Gesell, 1934 dalam Santrock, 2007). Anak usia 5 bulan tentu saja tidak akan bisa langsung berjalan. Dengan kata lain, ada tahapan-tahapan umum tertentu yang berproses sesuai dengan kematangan fisik anak.

Teori yang menjelaskan secara detai tentang sistematika motorik anak adalah Dynamic System Theory yang dikembangkan Thelen & whiteneyerr. Teori tersebut mengungkapkan bahwa untuk membangun kemampuan motorik anak harus mempersepsikan sesuatu di lingkungannya yang memotivasi mereka untuk melakukan sesuatu dan menggunakan persepsi mereka tersebut untuk bergerak. Kemampuan motorik merepresentasikan keinginan anak. Misalnnya ketika anak melihat mainan dengan beraneka ragam, anak mempersepsikan dalam otaknnya bahwa dia ingin memainkannya. Persepsi tersebut memotivasi anak untuk melakukan sesuatu, yaitu bergerak untuk mengambilnya. Akibat gerakan tersebut, anak berhasil mendapatkan apa yang di tujunya yaitu mengambil mainan yang menarik baginya.

“…….to develop motor skill, infants must perceive something in the environment that motivates them to act and use their perceptions to fine-tune their movement. Motor skills represent solutions to the infant’s goal.”

Teori tersebut pun menjelaskan bahwa ketika bayi di motivasi untuk melakukan sesuatu, mereka dapat menciptakan kemampuan motorik yang baru, kemampuan baru tersebut merupakan hasil dari banyak factor, yaitu perkembangan system syaraf, kemampuan fisik yang memungkinkannya untuk bergerak, keinginan anak yang memotivasinya untuk bergerak, dan lingkungan yang mendukung pemerolehan kemampuan motorik. Misalnya, anak akan mulai berjalan jika system syarafnya sudah matang, proposi kaki cukup kuat menopang tubuhnya dan anak sendiri ingin berjalan untuk mengambil mainannya.

Selain berkaitan erat dengan fisik dan intelektual anak, kemampuan motorik pun berhubungan dengan aspek psikologis anak. Damon & Hart, 1982 (Petterson 1996) menyatakan bahwa kemampuan fisik berkaitan erat dengan self-image anak. Anak yang memiliki kemampuan fisik yang lebih baik di bidang olah raga akan menyebabkan dia dihargai teman-temannya. Hal tersebut juga seiring dengan hasil penelitian yang dilakukan Ellerman, 1980 (Peterson, 1996) bahwa kemampuan motorik yang baik berhubungan erat dengan self-esteem.

Pengertian Tunagrahita

Istilah tentang tunagrahita ada bermacam-macam yaitu; lemah otak, lemah ingatan, lemah saraf, lemah mental, tuna mental dan sebagainya. Istilah-istilah tersebut dalam bahasa Inggris disebut dengan: mentality handicap, mentality subnormalita, mentality retarded, mentality deficient, oligophrenia, back warnerds,dan intelektual subnormalita. (Sri Rumini, 1987: 1). American Asociation on Mental Deficiency/AAMD dalam B3PTKSM, (p. 20), mendefinisikan tunagrahita sebagai kelainan:

1).meliputi fungsi intelektual umum dibawah rata-rata (Sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes.

2).muncul sebelum usia 16 tahun.

3).menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif.

Pengertian tunagrahita menurut Japan League For Mentally Retarded (1992: p.22) dalam B3PTKSM (p. 20-22) sebagai berikut:

1) fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 ke bawah berdasarakan tes intelegensi baku.

2) kekurangan dalam perilaku adaptif.

3) terjadi pada masa perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.

Menurut American Association on Metal Retardation (AAMR), Tunagrahita adalah individu yang diidentifikasi oleh psikolog memiliki kelambanan dalam berpikir dan belajar serta kesulitan dalam berbicara, diukur level IQ dibawah 70. Semua gejala itu muncul sebelum usia 18 tahun. Salah satu kategori Tunagrahita adalah Down Syndrome. Istilah Mental Retardation (cacat mental), saat ini tidak boleh dipergunakan lagi karena dinilai merendahkan dan menjatuhkan mental si anak. Untuk itu dipakai istilah baru yakni keterbatasan intelektual (Intellectual Disable).

Pengertian anak tunagrahita menurut SA. Branatata (1977: 5), yaitu mereka yang memilki kemungkinan untuk memperoleh pendidikan dalam bidang membaca, menulis, berhitung sampai pada tingkat tertentu. serta mampu mempelajari keterampilan-keterampilan sesuai bakatnya.

a. Penyebab Anak Tunagrahita

Menurut Prihatin Muchrad (1991: 18) Tunagrahita dapat disebabkan oleh beberapa faktor:

1) Genetik

a) Kerusakan atau kelainan biokimiawi.

b) Abnormalitas kromosomal.

c) Anak tunagrahita yang disebabkan oleh faktor ini pada umumnya adalah sindroma down atau sindroma mongol dengan IQ antara 20 – 60, dan rata-rata memiliki IQ 30 – 50.

2) Pada masa sebelum kelahiran (Prenatal)

a) Infeksi Rubella (cacar)

b) Infeksi Rhesus ( Rh )

3) Pada saat kelahiran (Perinatal).

Retardasi mental / tunagrahita yang disebabkan oleh kejadian yang terjadi pada saat kejadian adalah luka-luka pada saat kelahiran, sesak nafas (asphyxia), dan lahir prematur.

4) Pada saat setelah lahir (Post – natal).

Penyakit-penyakit akibat infeksi misalnya; meningitis (peradangan pada selaput otak) dan problema nutrisi yaitu kekurangan gizi misalnya; kekurangan protein yang diderita bayi dan awal masa kanak-kanak dapat menyebabkan tunagrahita.

5) Faktor sosio – kultural.

Sosio kultural atau sosial budaya lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan intelektual manusia.

6) Gangguan metabolisme/nutrisi

a) Phenylketonuria. Gangguan pada metabolisme asam amino, yaitu gangguan pada enzyme Phenilketonuria.

b) Gargoylisme. Gangguan metabolisme saccaride dalam hati, limpa kecil dan otak.

c) Cretinisme. Gangguan pada hormon tiroid yang dikenal karena difisiensi yodium.

Secara umum, Grossman et al, 1973, dalam B3PTKSM (p.24) menyatakan penyebab tunagrahita akibat dari:

a) Infeksi dan/atau intoxikasi,

b) Rudapaksa dan/atau sebab fisik lain,

c) Gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi (nutrisi),

d) Penyakit otak yang nyata (kondisi setelah lahir/post-natal),

e) Akibat penyakit atau pengaruh sebelum lahir (pre-natal) yang tidak diketahui,

f) Gangguan waktu kehamilan (gestational disorders),

g) Gangguan pasca-psikiatrik/gangguan jiwa berat (post-psychiatrik disorders),

h) Pengaruh-pengaruh lingkungan, dan

i) Kondisi-kondisi lain yang tak tergolongkan.

b. Klasifikasi Anak Tunagrahita

Pengklasifikasian Anak Tunagrahita untuk keperluan pembelajaran menurut American Association on Mental Retardation dalam Special Education in Ontario Schools (p. 100) sebagai berikut:

1) Educable

Anak pada kelompok ini masih mempunyai kemampuan dalam akademik setara dengan anak reguler pada kelas v sekolah dasar.

2) Trainable

Mempunyai kemampuan dalam mengurus diri sendiri, pertahanan diri, dan penyesuaian sosial. Sangat terbatas kemampuanya untuk mendapat pendidikan secara akademik.

3) Custodial

Dengan pemberian latihan yang terus menerus dan khusus, dapat melatih anak tentang dasar-dasar cara menolong diri sendiri dan kemampuan yang bersifat komunikatif. Hal ini biasanya memerlukan pengawasan dan dukungan yang terus menerus.

Penggolongan tunagrahita untuk keperluan pembelajaran menurut B3PTKSM (p. 26) sebagai berikut:

1) taraf perbatasan (borderline) dalam pendidikan disebut sebagai lamban belajar (slow learner) dengan IQ 70 – 85.

2) tunagrahita mampu didik (educable mentally retarded) dengan IQ 50 – 75 atau 75.

3) tunagrahita mampu latih (trainable mentally retarded) dengan IQ 30 – 50 atau IQ 35 – 55.

4) tunagrahita butuh rawat (dependent or profoundly mentally retarded) dengan IQ dibawah 25 atau 30.

Penggolongan anak Tunagrahita menurut kriteria perilaku adaptif tidak berdasarkan taraf inteligensi, tetapi berdasarkan kematangan sosial. Hal ini juga mempunyai 3 (tiga) taraf, yaitu:

1) Tunagrahita Ringan (debil).

Tunagrahita ringan disebut juga moron. Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet, sedangkan menurut skala Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55. Karakteristiknya antara lain kemampuan dalam hal bahasa, pemusatan perhatian, dan akademiknya kurang. Perkembangannya 1/2 hingga 3/4 anak normal seusianya. Penanganannya bisa dengan sering memberikan feedback. Selain itu, di.bantu dengan memberikan semangat, juga mengulang perbendaharaan kata-kata hingga pengulangan tugas dari yang sederhana ke arah yang lebih sulit. Walaupun demikian, mereka masih dapat belajar membaca, menulis dan berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan pendidikan yang baik, anak tunagrahita ringan pada saatnya akan dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri. Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami gangguan fisik. Mereka secara fisik tampak seperti anak normal pada umumnya. (Somantri, 2007: 106-107).

2) Tunagrahita Sedang (imbesil)

Kelompok ini memiliki IQ 51-36 pada skala Binet dan 54-40 menurut skala Weschler (WISC). Anak terbelakang mental sedang bisa mencapai perembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun. (Somantri, 2007: 106-107). Anak kategori ini hanya bisa menghitung sampai angka 10, tidak dapat membaca, dan kurang mampu beradaptasi sosial. Sementara perkembangannya sekitar 1/4 hingga 1/2 dari anak normal seusianya. Anak dengan kategori ini bisa diberikan aktivitas sederhana seperti pengulangan kata-kata. Disamping itu, fokus pada program keterampilan seperti menggunting, dan mengecat.

3.Tunagrahita Berat dan Sangat Berat

Kelompok anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Kelompok ini dapat dibedakan lagi menjadi berat dan sangat berat. Tungarahita berat (severe) memiliki IQ antara 32-20 menurut skala Binet dan antara 39-25 menurut skala Weschler (WISC). Tunagrahita sangat berat (profound) memiliki IQ di bawah 19 menurut skala Binet dan IQ dibawah 24 menurut skala Weschler (WISC). Kemampuan mental yang dapat dicapai kurang dari tiga tahun. Karakteristiknya, kemampuan berbahasa yang terlambat, bersikap pasif, serta mengalami masalah pada kemampuan motorik kasar dan halus. Penanganannya bisa difokuskan pada perkembangan motorik kasar sebelum motorik halus, atau melatihnya mengidentifikasi warna dan bentuk. Serta pendekatan multisensorik dan pertahankan konsistensi dalam satu aktivitas. Anak tunagrahita berat memerlukan bantuan perawatan secara total dalam hal berpakaian, mandi, dan makan. Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnya, (Somantri, 2007: 108).

Untuk menjelaskan tentang klasifikasi atau pengelompokan anak tunagrahita diatas menurut IQ nya sehingga dapat mengarahkan guru dalam memberikan layanan PLB bagi anak tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Bila ada 5 (lima) orang anak semua umurnya sama yaitu berumur 10 tahun (Cronological Age = CA 10 th). Si A memiliki IQ 100, Si B memiliki IQ 70 – 55, si C memiliki IQ 55 – 40, Si D memiliki IQ 40 – 25, dan Si E memiliki IQ 25 kebawah. Agar dapat dibuat bahan patokan dalam merancang pembelajaran adaptif bagi anak tunagrahita tersebut maka kita menterjemahkan IQ yang dimiliki ke dalam umur kecerdasan (Mental Age = MA) anak tersebut.

Post a Comment

Artikel Terkait Tips Motivasi