New Indonesian Biotechnology Towards Second Wave

In developed countries, the development of technology has entered the third wave. At this stage, genetic engineering aimed to enrich the nutritional content of plants. While the first wave, genetic engineering is intended for pest-resistant crops and the second wave to develop plant health. In Indonesia, the development of biotechnology, especially genetic engineering in plants are just starting the first wave. It was made Head of the Research Institute for Biotechnology and Genetic Resources (Balitbiogen) Dr. Sutrisno. Thus, Indonesia still lags behind two steps from developed countries. For the Indonesian researchers should be able to run fast to pursue advanced countries in the development of biotechnology.


Bioteknologi Indonesia Baru Menuju Gelombang Kedua

Di negara-negara maju, perkembangan bioteknologi sudah memasuki gelombang ketiga. Pada tahap ini, rekayasa genetik ditujukan untuk memperkaya kandungan nutrisi tanaman. Sedangkan pada gelombang pertama, rekayasa genetik ditujukan agar tanaman tahan hama penyakit dan gelombang kedua untuk mengembangkan tanaman kesehatan. Di Indonesia, perkembangan bioteknologi khususnya rekayasa genetika pada tanaman baru memulai gelombang pertama. Hal itu dikemukakan Kepala Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (Balitbiogen) Dr Sutrisno. Dengan demikian, Indonesia masih tertinggal dua langkah dari negara-negara maju.


According to Sutrisno, Balitbiogen had to reform-reform to accelerate the mastery of biotechnology. Currently, Balitbiogen has five research groups (Kelti) as spearhead the development of biotechnology. Fifth Kelti are molecular biology and genetic engineering, reproduction and growth, agricultural genetic resources, microbiology and bioprocess, and biopesticides and immunology. Each Kelti has experts in accordance researchers their respective fields. Various studies, especially in the field of agriculture and animal husbandry was already generated.

Untuk itu para peneliti Indonesia harus mampu berlari cepat untuk mengejar negara-negara maju dalam pengembangan bioteknologi. Menurut Sutrisno, Balitbiogen sudah melakukan pembenahan-pembenahan untuk mempercepat penguasaan bioteknologi. Saat ini, Balitbiogen memiliki lima buah kelompok peneliti (Kelti) sebagai ujung tombak pengembangan bioteknologi. Kelima Kelti tersebut adalah biologi molekular dan rekayasa genetika, reproduksi dan pertumbuhan, sumber daya genetik pertanian, mikrobiologi dan bioproses, serta biopestisida dan imunologi. Masing-masing Kelti memiliki pakar-pakar peneliti sesuai bidangnya masing-masing. Berbagai hasil penelitian khususnya di bidang pertanian dan peternakan pun sudah dihasilkan.

To Kelti Molecular Biology and Genetic Engineering (BMRG) research has yielded some results. Among these disease-resistant rice stem borer, soybean pod borer resistant, and resistant corn borer. Also produced peanut varieties that are resistant to virus-resistant papaya ripening (not perishable). Resistant to rice stem borer, for example varieties of code and Angke, has now developed Rice Research Institute, Sukamandi. Varieties code and Angke resistant to leaf blight disease caused by bacteria that disease red blotches on the leaves. Balitbiogen also develop rice that is resistant to acid soils, and contains a high aluminum. So that the rice is very suitable to be developed in marginal lands such as peat.

Untuk Kelti Biologi Molekuler dan Rekayasa Genetika (BMRG) beberapa penelitian sudah membuahkan hasil. Di antaranya padi tahan penyakit penggerek batang, kedelai tahan penggerek polong, dan jagung tahan penggerek batang. Juga sudah dihasilkan varietas kacang tanah yang tahan terhadap virus dan pepaya yang tahan kemasakan (tidak cepat busuk). Untuk padi tahan penggerek batang, contohnya varietas code dan angke, kini sudah dikembangkan Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. Varietas code dan angke tahan terhadap penyakit hawar daun yang disebabkan oleh bakteri yaitu penyakit bercak-bercak merah pada daun. Balitbiogen juga mengembangkan padi yang tahan terhadap tanah masam dan mengandung alumunium tinggi. Sehingga padi tersebut sangat cocok dikembangkan di lahan-lahan marginal seperti lahan gambut.

2. Molecular markers

Additionally, Kelti BMRG also develop molecular markers (molecular markers) to select the desired properties of the offspring from crosses. This method performs the tracking properties of DNA-based plants owned plants.

Selain itu, Kelti BMRG juga mengembangkan marka molekuler (penanda molekuler) untuk menyeleksi sifat yang diinginkan dari keturunan hasil persilangan. Metode ini melakukan pelacakan sifat-sifat tanaman berdasarkan DNA yang dimiliki tanaman.



One of the advantages of this method is to shorten the test plant. If the conventional way takes at least five years, in this way it should only take a maximum of three years. With molecular markers, the third generation of plants from crosses of maize plants already stabil.Pada molecular markers used to determine the genetic distance (kinship) corn. By doing so, breeders become easier to do cross. For example breeders easy to assemble resistant maize plants Caucasians (white stripes leaf disease). This research is in collaboration with the Research Institute for Cereals (Balitisereal), Maros, South Sulawesi.

Salah satu kelebihan dari metode ini adalah mempersingkat pengujian tanaman. Jika dengan cara konvensional diperlukan waktu sedikitnya lima tahun, dengan cara ini hanya diperlukan waktu paling lama tiga tahun. Dengan marka molekuler, pada generasi ketiga tanaman hasil persilangan sudah stabil.Pada tanaman jagung marka molekuler digunakan untuk mengetahui jarak genetik (hubungan kekerabatan) jagung. Dengan begitu, para pemulia menjadi lebih mudah dalam melakukan persilangan. Sebagai contoh pemulia mudah untuk merakit tanaman jagung yang tahan bule (penyakit daun bilur putih). Penelitian ini bekerja sama dengan Balai Penelitian Serealia (Balitisereal), Maros, Sulawesi Selatan.
Meanwhile, Kelti Reproduction and Growth (RP) many developing tissue culture methods. The method is widely used to produce crops in bulk. It also developed methods of storage of ex situ germplasm. Germplasm will be stored at a temperature of minus 180 degrees Celsius using cryopreservation method (using liquid nitrogen).

Sementara itu, Kelti Reproduksi dan Pertumbuhan (RP) banyak mengembangkan metode kultur jaringan. Metode itu banyak digunakan untuk memproduksi tanaman secara massal. Selain itu juga dikembangkan metode penyimpanan plasma nutfah secara ex situ. Plasma nutfah akan disimpan pada suhu minus 180 derajat Celsius dengan menggunakan metode kriopreservasi (menggunakan nitrogen cair).

This second Kelti also develop an extension of genetic diversity as protoplasts fusion technology. With this technology marriage happened already antarprotoplast (antarisi cells). For example, the nature of disease resistance in wild eggplant eggplant cultivation moved on.
Furthermore Kelti Genetic Resources gets the task of characterization and conservation, evaluation and exploration of agricultural genetic resources. As an example for characterization, each variety will see its properties. Currently together ICRR, Balitbiogen develop rice that is resistant to biotic stress (on resistant) and abiotis (drought tolerant). While there is a conservation laboratory for genetic bank that holds thousands of specimens of germplasm. Among rice (3,500 pieces), corn (875), soybean (950), peanuts (1,200), green beans (1000), sweet potato (1.430), and cassava (560).

Kelti kedua ini juga mengembangkan perluasan keragaman genetik seperti teknologi fusi protoplast. Dengan teknologi tersebut perkawinan yang terjadi sudah antarprotoplast (antarisi sel). Contohnya, sifat tahan penyakit pada terong liar dipindahkan pada terong budidaya. Selanjutnya Kelti Sumberdaya Genetik Pertanian mendapat tugas melakukan karakterisasi dan konservasi, evaluasi, dan eksplorasi sumber daya genetik pertanian. Sebagai contoh untuk karakterisasi, setiap varietas akan dilihat sifat-sifatnya. Saat ini bersama-sama Balitpa, Balitbiogen mengembangkan padi yang tahan terhadap cekaman biotis (tahan hama penyakit) dan abiotis (tahan kekeringan). Sedangkan untuk konservasi terdapat laboratorium Bank Genetik yang menyimpan ribuan specimen plasma nutfah. Di antaranya padi (3.500 buah), jagung (875), kedelai (950), kacang tanah (1.200), kacang hijau (1.000), ubi jalar (1.430), dan ubi kayu (560).

Meanwhile Kelti Microbiology and Bioprocess currently developing several types of beneficial microbes. Among microbial fertilizer (rhizobium and mycorrhiza) and Asus spirililum are able to mine the nitrogen that plants need. Also developed microbes that could accelerate the process of decomposition of waste compost (biodegradation) straw.

Sementara itu Kelti Mikrobiologi dan Bioproses saat ini mengembangkan beberapa jenis mikroba yang bermanfaat. Di antaranya mikroba untuk pupuk (rhizobium dan mikoriza) serta Asus spirililum yang mampu menambang nitrogen yang dibutuhkan tanaman. Juga dikembangkan mikroba yang bisa mempercepat proses pembusukan limbah kompos (biodegradasi) jerami.



Balitbiogen also develop microbes for the purposes of post-harvest technology. For example, microbes producing enzymes vitase can prevent musty odors and damage bran. In addition, the agency also collects various types of bacteria from all over Indonesia to study the benefits. While Kelti Biopesticides and Immunology many developing biopesticides that are more environmentally friendly farming. For example NPV biopesticide graya to kill caterpillars that attack soybean and onions, and nematodes to kill insect pests.
Meanwhile, assemble the parts of immunological diagnostics to identify diseases in plants. One is diagnostic virus that causes soybean plants become stunted.

Balitbiogen juga mengembangkan mikroba untuk keperluan teknologi pascapanen. Misalnya saja mikroba penghasil enzim vitase yang bisa mencegah bau apek dan kerusakan bekatul. Selain itu, lembaga itu juga mengumpulkan berbagai jenis bakteri dari seluruh Indonesia untuk diteliti manfaatnya. Sedangkan Kelti Biopestisida dan Immunologi banyak mengembangkan biopestisida agar pertanian lebih ramah lingkungan. Sebagai contoh biopestisida NPV untuk membunuh ulat graya yang menyerang kedelai dan bawang, lalu nematoda untuk mematikan serangga hama. Sementara itu, bagian immunologi merakit diagnostik untuk mengidentifikasi penyakit pada tanaman. Salah satunya adalah diagnostik virus yang menyebabkan tanaman kedelai jadi kerdil.

These studies than beneficial to society also gave a very meaningful experience of researchers. With the support of researchers and existing facilities, this institution was ready to move to the next biotechnology development. Another expectation for biotechnology research in Indonesia is the realization of Law No. 18/2002 on the National System of Research Development and Application of Science and Technology. The Law states that the central government, local government, and society including business entities are required to allocate a budget for research and development, both for its own specific interests, as well as regional and national interests. Thus far yamg funding constraints hinder the progress of science and technology development can be immediately resolved.

Penelitian-penelitian tersebut selain bermanfaat bagi masyarakat juga memberi pengalaman yang sangat berarti penelitinya. Dengan dukungan para peneliti dan fasilitas yang ada, lembaga ini siap melangkah ke pengembangan bioteknologi berikutnya. Harapan lain bagi peneliti bioteknologi di Indonesia adalah realisasi dari UU No 18/2002 tentang Sistem Nasional Penelitian Pengembangan dan Penerapan Iptek. Dalam UU itu disebutkan bahwa pemerintah pusat, Pemda, dan masyarakat termasuk badan usaha wajib mengalokasikan anggaran untuk penelitian dan pengembangan, baik untuk kepentingan spesifiknya sendiri, maupun kepentingan regional dan nasional. Dengan demikian kendala dana yamg selama ini menghambat kemajuan pengembangan Iptek bisa segera terselesaikan.

Post a Comment

Artikel Terkait Tips Motivasi