Hak dan Kewajiban Pasien dan Dokter

Tags:
1. Hak dan Kewajiban Pasien

   1.1. Hak Pasien

       Hak pasien sebenarnya merupakan hak yang asasi dan bersumber dari hak dasar individual, the right of self determination, atau zelfbeschikkingsrecht. Hak, dalam Black’s Law Dictionary        ed., berarti sebagai right yang mengandung beberapa arti, antara lain  hak alami (natural right),  hak  politik  (political  right),  serta  hak  pribadi  (civil right).  Hak  untuk  menetukan  nasib  sendiri  lebih  dekat artinya  dengan  hak  pribadi,  yaitu  hak  atas  keamanan pribadi yang berkaitan erat pada hidup, bagian tubuh, kesehatan,    kehormatan,    serta   hak    atas    kebebasan pribadi.21      Konsepsi    hak-hak    asasi    manusi    hukum internasioanl mengasumsikan bahwa individu harus diakui sebagai  subjek  hukum  internasional.  Langkah  pertama karya besar ini telah diletakkan pada tanggal 7 Desember 1948  ketika Majelis Umum  PBB mengesahkan  Universal Declaration of Human Rights.


                  21 Hermien Hadiati Koeswadji, 1984. Hukum dan Masalah Medik. Airlangga University
   Press, Surabaya, hlm. 47.
 22 Tiga  setengah  tahun  sebelum  PBB  mengumandangkan  Universal  Declaration  of
   Human Rights, Negara Republik Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang Dasar
   1945,  yang  sekalipun  bersifat  singkat,  namun  supel,  memuat  aturan-aturan pokok sebagai    garis-garis dalam bentuk instruksi kepada pemerintah untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial. Di dalamnya secara implisit, dan beberapa secara eksplisit, ditemukan hal-hal mengenai hak-hak asasi manusia, khususnya hak- hak asasi manusia dalam bidang pelayanan kesehatan. Dalam Pembukaan Undang- Undang  Dasar  1945  secara  eksplisit  dicantumkan  cita-cita  bangsa  yang  pada hakikatnya untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abdi,  dan  keadilan sosial.  Untuk  mencapai tujuan  tersebut  diselenggarakan upaya.


Meskipun sama fundamentalnya dengan hak-hak yang lain, hak atas pelayanan kesehatan sering dianggap lebih mendasar. Dalam hubungan dokter dengan pasien, secara relatif  pasien  berada  pada  posisi yang  lebih lemah.kekurang-mampuan pasien dalam membela kepentingannya dalam situasi kegiatan pelayanan menyebabkan timbulnya kebutuhan utnuk mempermasalahkan hak-hak pasien dalam menghadapi para profesional kesehatan.
Dahulu hubungan antara dokter dengan pasien bersifat paternalistik, di mana pasien selalu mengikuti apa yang dikatakan dokter tanpa bertanya apapun. Sekarang dokter adalah partner pasien dan keduanya memiliki kedudukan yang sama secara hukum. Secara umum pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi dan perawatan yang bermutu.
Namun demikian dalam hubungan dokter-pasien seringkali  pasien  memutuskan  derajatnya  sebagai  objek bagi  sesuatu  yang  seharusnya  diputuskan  berdasarkan
alasan-alasan yang kuat tanpa menyadari apa motif dan




pembangunan berkesinambungan dalam rangkaian program pembangunan yang menyeluruh, terarah, dan terpadu. Pemerintah dan masyarakat mempunyai kewajiban untuk mewujudkan tekad tersebut. Memajukan kesejahteraan mempunyai makna mewujudkan suatu  tingkat  kehidupan  masyarakat  secara  optimal,  yang  memenuhi kebutuhan dasar manusia termasuk kesehatan. Freddy Tengker, 2007. Hak Pasien. PT Mandar Maju, Bandung, hlm. 33.


konsekuensi dari keputusan itu atau bahkan tanpa ada kesempatan baginyauntuk memikirkan alternatif dari Resiko yang akan dihadapinya. Pasien seharusnya mendapat informasi yang cukup untuk dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan kemudian memutuskan sesuatu yang menyangkut kepentingannya. Dalam kenyataannya, dokter dan pasien melihat suatu keadaan-kenyataan dari sudut  pandang yang  berbeda.  Seyogyanya  cara pendekatan dari keduanya dipertemukan sehingga menjadi suatu sintesa yang bertolak dari prinsip demi kepentingan pasien. Dokter mengembangkan visinya yang objektif berdasarkan atas penyakit pasien dan untuk itu ia memberika saran guna perawatan-pemeliharaan yang menurutnya merupakan usaha yang optimal dipandang dari segi ilmu kedokteran yang dimilikinya. Dalam hal yang demikian,   sebetulnya   pasien   sendirilah   yang   paling berkuasa untuk menentukan, karena penyakit itu telah menjadikan dirinya tidak bebas dan terganggu dalam menjalankan pekerjaan, rasa takut, rasa sakit, bahkan arti daripada semuanya itu bagi hidup dan kehidupan selanjutnya. Setelah langkah apa yang dapat dilakukan terhadap dirinya setelah mempertimbangkan bersama dokter, ia dapat memutuskan tindakan atau langkah apa


yang dapat dilakukan terhadap dirinya setelah mempertimbangkan segala kerugian dan Resiko. Pasienlah satu-satunya unsur yang dapat memberikan putusan akhir, satu-satunya unsur yang dalam kenyataannya dapat mengambil keputusan, sehingga dengan demikian ia perlu dan berhak atas informasi untuk dapat mengambil keputusan dengan tepat. Mungkin saja pertimbangan dari segi  kepentingan pasien  berbeda  atau  bahkan bertentangan dengan objektif segi analisis dokter dari segi ilmu kedokteran, karena dokter juga manusia yang mungkin dapat membuat kesalahan23

Pasal 52 dan Pasal 53 Undang-Undang No. 29 Tahun 2004

Tentang  Praktik  Kedokteran  mengatur  tentang  hak dan kewajiban pasien dalam hubungannya dengan kontrak terapeutik, di mana pasien mempunyai hak dan kewajiban tertentu. Pada Pasal 52, tentang hak pasien, disebutkan bahwa  dalam  menerima pelayanan pada praktik kedokteran, pasien mempunyai hak :
1. Mendapatkan  penjelasan  secara  lengkap  tentang tindakan medik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
2. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
3. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medik;
4. Menolak tindakan medik;
5. Mendapatkan isi rekam medik.


23 Hermien Hadiati Koespandji, 1984. op.cit. hlm. 55


Dalmy  Iskandar  menyebutkan  rincian  hak  dan kewajiban   pasien,   yang   antara   lain   adalah   sebagai berikut24:
Hak-hak pasien, yaitu :

1.  Hak memperoleh pelayanan kesehatan yang manusiawi sesuai standar profesi.
2.  Hak  memperoleh  penjelasan  tentang  diagnosis  dan terapi dari dokter yang bertanggung jawab terhadap perawatannya
3.  Menolak keikutsertaan dalam penelitian kedokteran.
4.  Kerahasiaan atas catatan medisnya.
5.  Hak untuk dirujuk kalau diperlukan.
6.  Hak memperoleh penjelasan tentang penelitian kliniknya.
7.  Hak memperoleh perawatan lanjutan dengan informasi tentang nama/alamat dokter selanjutnya.
8. Hak berhubungan dengan keluarga, rohaniawan, dan sebagainya.
9.  Hak mendapatkan penjelasan tentang perincian rekening (perawatan, obat, pemeriksaan laboratorium, rontgen, USG,  biaya  kamar bedah,  imbalan  jasa,  dan sebagainya).
10. Hak memperoleh penjelasan tentang peraturan-perauran
rumah sakit.
11. Hak menarik diri dari kontrak terapeutik.

1.2. Kewajiban Pasien

Mengenai  kewajiban pasien,  Undang-Undang  No.  29
Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Pasal 53 menyebutkan bahwa pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran mempunyai kewajiban sebagai berikut :


24  Dalmy Iskandar, 1988. Rumah Sakit, Tenaga Kesehatan, dan Pasien. Penerbit Sinar
Grafika, Jakarta, hlm. 66.


1.  Memberikan informasi yang  lengkap  dan  jujur tentang masalah kesehatannya;
2.  Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;
3.  Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan
4. Memberikan   imbalan   jasa   atas   pelayanan   yang diterimanya.

Dalmy  Iskandar  menyebutkan  rincian  kewajiban  pasien sebagai berikut25 :
1. Memberikan informasi yang  benar, berupa keterangan mengenai keluhan utama, keluhan tambahan, riwayat penyakit. Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik, jika ada keluhan, pasien harus menyampaikan agar dokter dapat lebih tepat dalam menegakkan diagnosisnya.
2. Mematuhi petunjuk atau nasihat dokter dalam proses penyembuhan ataupun dalam upaya penegakan diagnosis.
3.   Menghormati kerahasiaan diri dan kewajiban tenaga kesehatan untuk menyimpan  rahasia kedokteran  serta kesendiriannya (privasi).
4.  Memberikan imbalan terhadap jasa-jasa profesional yang telah diberikan oleh tenaga kesehatan.
5. Memberikan ganti-rugi apabila tindakan-tindakan pasien merugikan tenaga kesehatan.
6.  Beterus-terang apabila timbul masalah (dalam hubungan tenaga kesehatan dan rumah sakit, baik yang lanmgsung maupun tidak langsung).

Post a Comment

Artikel Terkait Tips Motivasi