Hubungan Kerja Sama Biro Perjalanan

Hubungan Kerjasama Biro Perjalanan Wisata dengan Mitra Kerja terkait
Suatu organisasi tidak akan terlepas dari kerjasama, dengan kerjasama tersebut akan dicapai kemajuan dan keuntungan. Kerjasama merupakan hubungan antara dua orang atau organisasi atau lebih yang melakukan suatu bentuk kegiatan atau aktivitas guna mencapai tujuan tertentu yang akan menguntungkan kedua belah pihak. Kerjasama yang dilakukan oleh perusahaan atau organisasi digolongkan dalam bentuk  :
Kerjasama antara Biro Perjalanan Wisata dengan Biro Perjalanan Wisata  lainnya.
Kerjasama antara Biro Perjalanan Wisata dengan Hotel.
Kerjasama antara Biro Perjalanan Wisata dengan Transportasi (darat, laut, udara ).
Kerjasama antara Biro Perjalanan Wisata dengan Daerah Tujuan Wisata.
Kerjasama antara Biro Perjalanan Wisata dengan Pemerintah.
Adapun tujuan utama dari menjalin hubungan kerjasama yang dilakukan oleh pihak Biro Perjalanan Wisata dengan mitra kerja yang lain adalah :
Untuk mencapai serta memajukan lajunya pertumbuhan perusahaan.
Untuk mencapai keuntungan bagi kedua belah pihak.
Untuk menekan biaya operasional paket wisata dengan cara membuat contract rate dengan mitra kerja.
Untuk mempermudah dalam pelaksanaan operasional paket wisata terutama dalamreservation.
Cara Pembayaran dalam  transaksi Biro Perjalanan Wisata antara lain:
1.    Pembayaran Langsung artinya pembayaran yang langsung dilakukan pada transaksi atau segera setelah transaksi dengan pembayaran yang merupakan uang tunai, bank note, travel cheque, kartu kredit,cel, bilyet, giro dan lain-lain.
2.    Pembayaran Tempo artinya pembayaran yang dilakukan dengan memberikan tenggang waktu tertentu kepada klien sesuai waktu yang telah disepakati misalnya satu atau dua minggu atau bahkan satu atau dua bulan.
3.    Pembayaran Transfer artinya pembayaran yang dilakukan dengan pengiriman antarbank/transfer atau pengisian transfer yang dilakukan oleh pembayar pihak setelah penerima memberikan bank account number.
4.    Pembayaran Incaso artinya jasa perbankan untuk melakukan penagihankepada pihak ketiga atas permintaan nasabahnya.
5.    Pembayaran Kliring artinya sarana perhitungan warkat antarbank yang dilakukan oleh Bank Indonesia guna memperluas lalu lintas pembayaran giral.


10 Kalimat Berimbuhan
1.    Government (Noun Suffix)
Ex: The campaign is supported by the local government
2.    Eradication (Noun Suffix)
ex: Pest eradication carried out in various environments farmers
3.    Corruption (Noun Suffix)
ex: North Sumatra governor has been caught committing corruption
4.    Development (Noun Suffix)
ex: the development of brittle bones
5.    Currently (Adjective Suffix)
ex: premium prices currently soaring rise
6.    Violation (Noun Suffix)
ex: the aircraft were in violation of UN resolutions
7.    Emphasized  (Inflectional Suffix)
ex: She too emphasized me
8.    Regulation (Noun Suffix)
ex: the regulation of financial markets
9.    Responsibility (Adjective Suffix)
ex: women bear children and take responsibility for child care
10.    Discreation (Noun Suffix)
ex: she knew that she could rely on his discretion


JAKARTA POST,
Amid concerns that corruption eradication campaigns could deal a blow to government programs, the government is preparing a regulation that would force an institution’s internal monitoring division or a state auditory institution to evaluate a potential violation against government officials or businesspeople before handing it over to law enforcement agencies.
 National Police chief Gen. Badrodin Haiti confirmed on Friday that the government was working on a draft regulation and maintained that it would hinder the work of law enforcement agencies.
 “If there is a violation, we have to first make sure that it is a criminal violation [because] there are [other] violations that could be categorized as administrative and civil violations. Because of these, we must be more careful,” he said at the National Police headquarters in South Jakarta.
Badrodin said that the government regulation would prevent law enforcers from starting investigations willy-nilly without confirmation from an institution’s internal monitoring division or a state auditory institution, such as the Supreme Audit Agency, that there had been a criminal violation committed by members of an institution.
 He emphasized that not all violations uncovered while a government project was underway could be categorized as a crime and said that the planned regulation would make it clear as to who would take responsibility in investigating different types of violations.
 “If it is only an administrative violation, then we will hand over [the case] to be dealt with internally. If it’s a civil law case, then we will hand it over to whoever has the authority. If it is a crime, then we [law enforcers] will start investigating it,” Badrodin said.
Previously, President Joko “Jokowi” Widodo had expressed concerns about the effects that corruption eradication efforts had on existing development programs.
Following his statement, State Secretary Pratikno said in late August that the government was currently preparing a regulation “that would be a foundation, a room for discretion, so that new innovations can appear”.
Pratikno said that such a regulation would encourage officials to be more active in the decision-making process, without being too concerned about its legal implications.
Government officials have expressed concerns that the National Police’s detective division, under then detective division chief Comr. Gen. Budi Waseso, had gone too far in investigating several graft cases involving ministries and state-owned enterprises, including an alleged graft case which led to a raid at the state-owned port operator’s headquarters in Tanjung Priok last month.
According to data collected by the Corruption Eradication Commission (KPK) from 2004 to May 2015, of the 459 people named graft suspects in the past decade, 116 were from echelon I, II and III positions. This was closely followed by those who worked in the private sector, with 114 suspects.
Meanwhile, Indonesia Corruption Watch (ICW) researcher Agus Sunaryanto expressed concerns over the planned government regulation as an internal oversight division could likely be biased in its evaluation of violations taking place in government institutions.
 “I’m worried that since the internal oversight division is not a separate entity from it’s ministry or institution, it would seek to resolve the case informally,” he told The Jakarta Post on Friday.
He added that it would be better if the authority to evaluate and investigate violation of regulations was given to law enforcement agencies.
“The police force and Attorney General’s Office [AGO] investigate cases to see whether a crime occurred and if they have made a mistake, they have the authority to drop the case. I don’t see the point in adding another step in the process,” he said.
------------------
To receive comprehensive and earlier access to The Jakarta Post print edition,  please subscribe to our epaper through iOS' iTunes, Android's Google Play, Blackberry World or Microsoft's Windows Store. Subscription includes free daily editions of The Nation, The Star Malaysia, the Philippine Daily Inquirer and Asia News.
For print subscription, please contact our call center at (+6221) 5360014 or subscription@thejakartapost.com
- See more at: http://www.thejakartapost.com/news/2015/09/26/new-regulation-issued-shield-officials-prosecution.html#sthash.8RKIDq81.dpuf

Travel warning adalah himbauan untuk tidak pergi ke suatu negara yang dianggap tidak aman. Biasanya dikeluarkan pemerintah suatu negara untuk melindungi warganya dari ancaman yang mungkin terjadi di negara tersebut.
Resikonya ialah devisa negara dan pariwisata turun.
Amerika Serikat, Australia dan beberapa negara Eropa mengeluarkan travel warning untuk Indonesia dan on-off travel warning juga mulai sering terjadi, Terutama ketika banyak pengeboman terjadi di Jakarta. Puncaknya itu ketika Bom Bali 1,12 Oktober 2002 dan Bom Bali II, pada 1 Oktober 2005 terjadi. Selain AS, tambah banyak sekali negara lain yang ikut mengeluarkan travel warning.
Tahun 2000-2008 Indonesia memang sering sekali dikenakan larangan berkunjung, Alasan terbanyaknya tiada lain adalah mengenai masalah keamanan, yaitu ancaman terorisme. Keadaan juga makin memburuk pada Juli 2007. Saat itu terbit larangan terbang bagi 51 maskapai penerbangan Indonesia ke Eropa, karena dianggap tidak memenuhi standar keamanan Internasional.
Selain pariwisata, travel warning juga bikin pemerintah kita kerja keras membenahi sistem pertahanan dan keamanan. Sejak Bom Bali, Indonesia makin meningkatkan pengawasan sebagai pencegahan agar tidak ada peristiwa yang bakal merusak nama baik Indonesia lagi. Kepolisian RI mengalami kemajuan menangani ancaman teror. Terbukti dengan tertangkapnya tersangka Bom Bali, Amrozi CS yang dieksekusi November beberapa tahun kemarin dan Dr. Azahani di bulan yang sama. Singkatnya, pemerintah Indonesia cukup sukses membongkar, menangkap dan mengadili elemen terorisme dan membuktikan bahwa Indonesia aman-aman saja.  Hal ini membuat AS mencabut travel warning-nya 23 Mei 2008 lalu, karena menganggap Indonesia tidak lagi mengalami serangan teroris skala besar sejak Oktober 2005. Ironisnya, Australia justru kembali memberlakukan travel warning pada level empat (ini level paling tinggi, biasanya diberlakukan pada negara konflik dan sama sekali tidak boleh dikunjungi) menjeleng eksekusi Amrozi dilaksanakan.



Hotel Konvensi ialah balai pertemuan penyelenggaraan yang dapat menampung lebih dari 1000 orang untuk melakukan kegiatan lokal.

Post a Comment

Artikel Terkait Tips Motivasi