Peran Organisasi Ikatan Dokter Indonesia

Tags:
Peran Organisasi Ikatan Dokter Indonesia dan Penyelesaian Sengketa Medik di Kota Medan
1.   Bentuk-bentuk Penyelesaian Sengketa
Dalam proses penyelesaian sengketa dapat digunakan dua jalur yaitu litigasi (pengadilan) dan non litigasi/ konsensual/non- ajudikasi. Penyelesaian  sengketa  dugaan  malpraktik  tersebut  secara win-win solution, salah satunya adalah dengan mediasi. Proses mediasi merupakan salah satu bentuk dari alternative dispute resolution (ADR) atau alternatif penyelesaian masalah. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses mediasi untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Mediasi itu sendiri dapat dilakukan melalui jalur pengadilan maupun di luar pengadilan dengan menggunakan mediator yang telah mempunyai sertifikat mediator. Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.

Konsideran yang mendasari sehingga ditetapkannya  Perma Nomor 1 Tahun 2008 adalah:

    a.    Mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang  lebih  besar kepada  para  pihak  menemukan penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan.
    b.    Pengintegrasian   mediasi   ke   dalam   proses   beracara   di pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi masalah penumpukan perkara di pengadilan serta memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa di samping proses pengadilan yang bersifat memutus (ajudikatif)
c.   Hukum acara yang berlaku, baik Pasal 130 HIR maupun Pasal

154  RBg,  mendorong para  pihak  untuk  menempuh  proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara mengintegrasikan proses mediasi ke dalam prosedur berperkara di pengadilan negeri
    d.    Sambil    menunggu    peraturan    perundang-undangan    dan memperhatikan wewenang mahkamah agung dalam mengatur acara peradilan yang belum cukup diatur oleh peraturan perundang-undangan, maka demi kepastian, ketertiban, dan kelancaran dalam proses mendamaikan para pihak untuk menyelesaikan  sengketa perdata,dipandang perlu menetapkan suatu Peraturan Mahkamah Agung.

Untuk mengerti secara komprehensif mengenai mediasi, perlu dipahami tentang tiga aspek mediasi yaitu:
1.   Aspek Urgensi/Motivasi

Urgensi dan motivasi mediasi adalah agar pihak-pihak yang berperkara menjadi damai dan tidak melanjutkan perkaranya ke pengadilan. Apabila ada hal-hal yang mengganjal yang selama ini menjadi masalah, maka harus diselesaikan secara kekeluargaan dengan musyawarah mufakat. Tujuan utama mediasi adalah untuk mencapai perdamaian antara pihak-pihak yang bertikai. Pihak- pihak yang bertikai atau berperkara biasanya sangat sulit untuk mencapai kata sepakat apabila bertemu dengan sendirinya. Titik temu yang selama ini beku mengenai hal-hal yang dipertikaikan itu biasanya dapat menjadi cair apabila ada yang mempertemukan. Maka mediasi merupakan sarana untuk mempertemukan pihak- pihak yang berperkara dengan difasilitasi oleh seorang atau lebih mediator  untuk  menyaring  persoalan  agar  menjadi  jernih  dan pihak-pihak  yang  bertikai  mendapatkan  kesadaran  akan pentingnya perdamaian antara mereka.


     2.   Aspek Prinsip

Secara hukum mediasi tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) Perma Nomor 01 Tahun 2008 yang mewajibkan setiap hakim, mediator dan para pihak untuk mengikuti prosedur penyelesaian perkara melalui mediasi. Apabila tidak menempuh prosedur mediasi menurut Perma, hal itu merupakan pelanggaran terhadap Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum. Artinya, semua perkara yang masuk ke pengadilan tingkat pertama tidak mungkin melewatkan acara mediasi. Karena apabila hal itu terjadi risikonya akan fatal.
3.   Aspek Substansi

Mediasi merupakan rangkaian proses yang harus dilalui untuk setiap perkara perdata yang masuk ke pengadilan. Substansi mediasi adalah proses yang harus dijalani secara sunggguh- sungguh untuk mencapai perdamaian. Karena itu diberikan waktu tersendiri untuk melaksanakan mediasi sebelum perkaranya diperiksa. Mediasi bukan hanya sekadar untuk memenuhi syarat legalitas formal, tetapi merupakan upaya sungguh-sungguh yang harus dilakukan oleh pihak-pihak terkait untuk mencapai perdamaian. Mediasi adalah merupakan upaya pihak-pihak yang berperkara untuk berdamai demi kepentingan pihak-pihak itu sendiri, bukan kepentingan pengadilan atau hakim, juga bukan kepentingan mediator. Dengan demikian segala biaya yang tim-


bul karena  proses  mediasi  ini  ditanggung  oleh  pihak-pihak  yang berperkara.
1.2. Tahapan Proses Mediasi

Ada dua belas langkah agar proses mediasi berhasil dengan baik yaitu:
1.  Menjalin hubungan dengan para pihak yang bersengketa;

2.  Memilih strategi untuk membimbing proses mediasi;

3.  Mengumpulkan dan menganalisis informasi latar belakang sengketa;
4.  Menyusun rencana mediasi;

5.  Membangun kepercayaan dan kerja sama di antara para pihak;
6.  Memulai sidang mediasi;

7.  Merumuskan masalah dan menyusun agenda;

8.  Mengungkapkan kepentingan yang tersembunyi;

9.  Membangkitkan pilihan penyelesaian sengketa;

10. Menganalisis pilihan penyelesaian sengketa;

11. Proses tawar-menawar akhir;

12. Mencapai kesepakatan formal.

Ada dua jenis perundingan dalam proses mediasi yaitu positional based bargaining dan interest best based bargaining. Positional based bargaining selalu dimulai dengan solusi. Para pihak  saling  mengusulkan  solusi  dan  saling  tawar-menawar


sampai mereka menemukan satu titik yang dapat diterima bagi keduanya. Sementara  itu,  perundingan  berdasarkan kepentingan dimulai dengan mengembangkan dan menjaga hubungan. Para pihak mendidik satu sama lain akan kebutuhan mereka dan bersama-sama menyelesaikan persoalan berdasarkan kebutuhan/kepentingan. Pada strategi itu para perunding  adalah  pemecah  masalah.
Tujuannya untuk mencapai kesepakatan yang mencerminkan kebutuhan/kepentingan para pihak, memisahkan antara orang dengan masalah, lunak terhadap orang dan keras kepada masalah, kepercayaan dibangun atas dasar situasi dan kondisi, fokus pada  kepentingan  dan  bukan  pada posisi, mencegah/ menghindari dari bottom line, membuat pilihan semaksimal mungkin, mendiskusikan pilihan secara intensif, kesepakatan mengacu pada keinginan bersama, menggunakan argumentasi dan alasan serta terbuka terhadap alasan perunding lawan.
Dalam  sengketa  medik  pihak  yang  bersengketa  selain pasien adalah dokter/atau rumah sakit. Undang-undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran secara implisit menyebutkan bahwa sengketa medik adalah sengketa yang terjadi  karena  kepentingan  pasien  dirugikan  oleh  tindakan dokter atau dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran. Pasal 66 Ayat (1) UU Praktik Kedokteran yang berbunyi:


“Setiap  orang  yang  mengetahui  atau  kepentingan  dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan  secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia“.

Dengan demikian sengketa medik merupakan sengketa yang terjadi antara pengguna pelayanan medik dengan pelaku pelayanan medik dalam hal ini pasien dengan dokter.  Biasanya pasien menuntut dokter yang menanganinya dikarenakan pihak pasien menganggap bahwa dokter melakukan tindakan tidak sesuai prosedur dan menyebabkan kerugian bagi pihak pasien, baik kerugian materi atau malah memperparah kondisi pasien.
Di Kota Makassar ada beberapa sengketa medik yang terjadi, baik yang telah selesai maupun yang masih berjalan kasusnya. Dari  beberapa  kasus  yang  terjadi,  sengketa  medik  timbul karena “ketidakpuasan” atau dugaan malpraktik seorang pasien pada pelayanan yang dilakukan dokter/ rumah sakit. Dalam hal ini, peran organisasi sangat membantu bukan  karena hanya ingin melindungi sejawatnya. Peran Organisasi Ikatan Dokter Indonesia  dinilai  penting  karena  mengetahui  secara  jelas apakah sengketa medik ini termasuk malpraktik etik, disiplin kedokteran, atau malpraktik medik. Perlu diketahui peran Organisasi Ikatan Dokter Indonesia sebagai berikut :
1.    Ikut serta dalam penyelesaian kasus sengketa medik jika diminta oleh pihak-pihak terkait.
2.   Menentukan dokter yang akan dijadikan saksi ahli (dokter


yang dijadikan saksi ahli harus mengerti keadaan didaerah tersebut, sesuai dengan profesinya).
3.   Menentukan jumlah dokter yang akan jadi saksi ahli.
4.    Dapat   memilah   dan   mengelompokkan   apakah   kasus tersebut merupakan pelanggaran tindak pidana, pelanggaran etik ataupun pelanggaran disiplin.
5.    Ikatan   Dokter   Indonesia   membantu   anggotanya   yang dianggap bersalah oleh penyidik   apabila   menurut Ikatan Dokter  Indonesia     dia  sudah  melaksanakan  tugasnya sesuai dengan prosedur dan tugas profesinya.
Dari  hasil  penelitian  di  kantor  Ikatan  Dokter  Indonesia cabang Kota Makassar, penulis berkesempatan mewawancarai 2 dokter yang berkompeten  dibidangnya. Wawancara pertama dilakukan pada tanggal 19 Nopember 2014 di RSIA Bahagia. Penulis berkesempatan mewawancarai Dr. Rasyidi Juhamran, Sp.PD. Dalam proses wawancara Dr. Rasyidi mengungkapkan :
“Peran IDI di Kota Medan sangat efektif dalam penyelesaian sengketa medik di lingkup Kota Medan  dilihat dari selesainya sengketa medik dan transparansi dalam mengungkapkan adanya Malpraktik”.

Wawancara kedua dilakukan pada tanggal 15 Desember 2014 di Kantor Badan Narkotika Kota Medan. Penulis berkesempatan mewawancarai Dr. Hadarati Razak. Dikesempatan ini penulis mendapatkan banyak materi. Dalam proses wawancara Dr. Hadarati mengungkapkan :
“Malpraktik itu suatu tindakan yang tidak sesuai dengan standar operasional dan tidak kompeten dibidangnya”.


Sengketa medik yang diduga karena malpraktik, diminta atau   tidak   diminta   organisasi   Ikatan   Dokter   Indonesia melakukan rapat intern. Ketika gugatan masuk, Ikatan Dokter Indonesia membentuk 2 tim yaitu Tim Ahli Teknis (investigasi) dan Tim Mediasi. Langkah awal yang dilakukan ialah Mediasi. Ikatan Dokter Indonesia melakukan penyelesaian sengketa sebagai mediator.
Surat Edaran Menteri Kesehatan No. 680 tahun 2007 merupakan pelaksanaan dari Pasal 29 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang berisi:
Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.

Ketika mediasi menemui jalan buntu maka proses selanjutnya diserahkan kepada pihak yang berwajib. Ikatan Dokter Indonesia menurunkan Tim Ahli Teknis (investigasi) untuk membantu pihak berwajib.
Diketahui bahwa dalam penanganan kasus sengketa medik yang menyangkut profesi  dokter, pihak berwajib dapat meminta bantuan organisasi profesi yaitu Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Ikatan Dokter Indonesia ikut serta dalam penyelesaian kasus sengketa medik jika diminta oleh pihak yang berwajib. Hal ini


karena dalam memahami masalah hubungan dokter dan pasien tidak bisa hanya dilihat dari    adanya cedera ataupun meninggalnya pasien. Namun harus dilihat dari segi disiplin profesinya atau keilmuannya. Penilaian tersebut membutuhkan bantuan Ikatan Dokter Indonesia sehingga penanganan suatu kasus sengketa medik dapat di nilai segi materiilnya yaitu ada tidaknya  kesalahan  dalam  memberikan  pemeriksaan  medik
pada pasien.

Post a Comment

Artikel Terkait Tips Motivasi